KUCING, KARIKATUR DALAM IMAJI RUPA EDI DARMA
oleh Ide Bagus Putra
Pesona kucing memang sering menjadi pemicu para kreator untuk berkarya, sebut saja diantaranya Sutardji Calzoem Bachri dengan sajaknya, Popo Iskandar dengan kucing-kucing garisnya. Dalam sejumlah karya para kreator ini, kehadiran kucing tidak hanya sekedar mengeong, terkadang muncul begitu ekpresi dengan garis-garis tegas serupa cakar, atau meliuk-liuk sangat lentur, atau minimalis dengan garis-garis serupa belang dengan perhitungan komposisi yang sangat simbolis. Pada posisi ini kita sering dingatkan dengan “kucing-kucing” Popo Iskandar.Tentu saja kucing ditangan para perupa ini tidak hanya sekedar potret, ia menjadi sebuah simbol atau dapat dicurigai sebagai sebuah ideologi. Lantas bagaimana dengan kucing-kucing Edi Darma?
Berbilang beberapa hari ini sejumlah karya Edi Darma dan Ramadi didisplay begitu “sesak” di Tempoa Art Gallery (3/3). Pameran perupa yang bertajuk “Duet Maut” ini dapat dikatakan sebuah upaya untuk kembali mereka ulang kegigihan seorang Edi Darma untuk berseteguh mengeluti rupa-rupa “lentur” yang ia tekuni yaitu karikatur.
Tulisan ini mencoba fokus pada sosok Edi Darma yang terbilang gigih dalam berkarya, dan tidak bermaksud memincingkan mata pada sejumlah karya rekannya dalam pameran kali ini. Kalau hendak jujur sebenarnya menyandingkan Edi darma dengan Ramadi dalam satu pameran terkesan dipaksakan dan terkesan tak lebihsebuah upaya silaturahim. Dan pada akhirnya pameran ini menjadi “kabur” susah ditebak substansi yang ingin digapai. Secara estetik dua perupa dalam pameran ini seperti sepasang pengantin dengan dua busana adat yang berbeda. Meminjam istilah kekinian karena “terciduk” maka harus bersanding.
Terlepas dari keunikan penyelengaraan pameran yang terkesan berdesakan dan “meriah” ini, kehadiran sejumlah karya Edi Darma (ED) yang lebih banyak berupa karikatur, menjadi semacam jurnal perjalanan ED merespon setiap tanggalan situasi yang viral dalam kehidupan masyarakat. Dalam sejumlah karyanya menunjukkan sikap kritis terhadap persolan dengan secara langsung menghadirkan tokoh-tokoh yang secara goresan mengelitik untuk ditertawakan. Sebenarnya persoalan yang diangkat ED merupakan hal-hal yang serius untuk disikapi, namun dalam lamunan ED, menjadi sebuah ruang kegelian yang pantas untuk ditertawakan. Secara verbal ED terkadang “mem-bully” para tokoh yang dihadirkanya sebagai sikap perlawana terhadap situasi yang sedang menelingkung kehidupannya.
Di antara karya karikatur yang merupan penyikapan kritis ED terhadap persoalan kehidupan, ada “kucing-kucing” yang amat disayangkan tidak ter-display dengan tepat, atau terseret untuk hadir. Kucing-kucing ini menjadi “pribadi” yang pantas untuk dilirik sebagai sebuah sikap bagai mana sosok ED memandang kehidupan. Tentu saja pembahasan ini dimulai dengan semangat menempatkan karya sebagai sebuah “lahan tafsir”.
Mengamati kucing dalam rupa ED menjadi sangat menarik untuk didedahkan. Pertama ED memang termasuk sosok perupa muda di Jambi yang memiliki visi dalam berkarya. Dalam pencapaian artistik ED terbiasa untuk tampil kritis mendedahkan persoalan-persoalan yang ada di sekitar kehidupannya dalam wujud “lentur”. Wujud lentur yang penulis maksud adalah penyikapan ED terhadap persoalan yang sedang “mengada” menjadi bahasa visual yang secara imaji dapat diterima secara universal. Dalam beberapa kali perjumpaan terhadap karyanya dalam beberapa event ED menunjukkan sikap tegas terhadap tema-tema yang disodorkan dengan pengalian cerdas terhadap isu lingkungan. Misalnya bagaimana ia merespon sosok Suku Anak Dalam dalam bungkus visual yang terdesak oleh perkembangan modernitas.
ED sebagai sosok manusia terkadang tak lepas dari dua sisi yang ia hadapi, terkadang ia berada sebagai kartunis yang menghadapi persoalan kehidupan sebagai sesuatu yang ganjil yang kemudian ia sikapi dengan cara lucu untuk disimpulkan.
sebagai seniman jelas Edi, terkadang memiliki letupan diluar batas sebagai seorang kartunis, ia memiliki desakan estetik untuk serius berkarya di atas kanvas sebagai desakan seorang seniman yang konvensional. Maka pada saat tertentu kita dapat melihat letupan ED untuk kembali rujuk pada kanvas. Bergelut lagi pada kuas dan cat minyak. Pada saat inilah ED menjadi sosok untuk menarik untuk dilirik, kejutan lentur pada objek-objek yang ia dedahkan akan menjadi dialog kritis yang jahil sehingga menjadi konten cerdas yang mengelitik. Lihatlah bagaimana ED mendedahkan persoalan masyarakat yang disebut “KUBU” serupa komik dengan komposisi lepas dengan catatan kecil sebagai ceritan jeritan. Ketika ia seperti tidak begitu yakin rupa akan menjadi bahasa yang komunikatif untuk berpesan. Maka ED mengoreskan kata, bahasa prustasi seorang perupa. Atas persoalan yang tak bisa lagi disebunyikan. Maka verbalitas menjadi komposisi yang dihadirkan sebagai sebuah penawaran.
Sebenarnya akan lebih menjadi menarik ketika pada pameran yang di sajikan Tempoa Art Gallery menjadi “ruang” Edi Darma. Sejumlah karya yang ditampilkan akan dapat lebih terseleksi sebagai sebuah ruang dialog membaca biografi sekaligus membaca ED membaca persoalan yang melingkari hidupnya. Sehingga pilosofi lentur Edi Darma lebih dapat terbaca. Karena mungkin tidak disadari Edi bahwa sejumlah karya telah menjadi semacam kucing, yang bersembunyi, yang mengeong, dan mengintai diam-diam. Sebagai pilosofi ED serupa kucing yang menyimpan belang, yang bersembunyi di gelap malam. Sekali-kali matanya mengkilat terkena bias senter yang kita nyalakan. (IBP)
FILM
SEBAGAI MEDIA AJAR
Oleh Ide Bagus Putra*
Film telah menyelusup jauh dalam ranah
kehidupan anak-anak kita. tidak hanya dikonsumsi, mereka juga dapat
menghasilkan ‘film’ dalam bentuk yang instand. Fasilitas untuk
memproduksi film tersebut dapat mereka akses dengan mudah. Baik melalui ponsel,
comcorder, kamera digital, atau benda-benda sejenis lainnya. Hasilnya
mencengangkan, kasus rekaman kekerasa dan penyimpangan seksual berkali-kali
terungkap di media nasional, dan pelakunya adalah pelajar.
Lebih jauh dari itu film dapat membentuk atau merubah tatanan kehidupan,
bahkan ideologi. Pembaca tentu mencermati begitu besar pengaruh tokoh dalam
film dapat mengubah prilaku seorang anak manusia. Diantaranya cara berbusana
dan berbahasa. Amatilah realitas film atau sinetron populer dalam gaya
kehidupan remaja kita di sekolah maupun di keseharian.
Berkeluh kesah terhadap persoalan ini
dan salin tuduh bukanlah menyelesaikan masalah. Melarang siswa menggunakan
ponsel di sekolah juga bukanlah solusi. Karena mereka tetaplah dapat
menggunakan di luar pengawasan. Melarang mereka terkadang menambah prilaku yang
lebih beringas. Lantas apa yang dapat dilakukan untuk menyikapi persoalan ini?
Salah satunya menyiasati film sebagai alternatif media pengajaran.
Di banyak negara film dan televisi telah
disadari betul sebagai salah satu media pendidikan massa. Di Inggris fim
digunakan sebagai media pengajaran estetis, yang bertujuan mengembangkan
imajinasi, emosi dan kreatifitas anak. Sementara itu di Belanda, Denmark, Swedia
dan beberapa sekolah di Itali film dan video dimaksudkan terutama untuk
memajukan keterampilan komunikatif. Pada
akhirnya tidak ada perbedaan besar antara pendekatan komunikatif dan
estetis. Keduanya dapat dipakai bersamaan dalam satu pengajaran.
Dalam proses penciptaan variasi
pembelajaran, film sebagai media ajar dimanfaatkan sebagai berikut:
Ketergantungan terhadap buku teks
sebagai sumber belajar masih begitu besar, membosankan dan tidak variatif.
Cobalah pengajar sedikit melakukan improvisasi dengan sekali-kalmenggunakan
tontonan, misalnya film sebagai media pembelajaran.
Dari persoalan-persoalan yang diangkat
dalam film pengajar dapat mengkaitkan dengan materi pemelajaran. Film juga
dapat disikapi lebih kreatif sebagai materi diskusi untuk melatih keterampilan
analisa dan berbicara.
Dalam kegiatan apresiasi dapat dijadikan
pengasahketajaman intuisi untuk menemukan nilai-nilai yang terdapat di
dalamnya. Selain itu dapat juga digunakan sebagai pemaparan konsep-konsep atau
leteratur. Misalnya konsep pengambilan
gambar atau frame dalam satu take, kita dapat menggunakan
film-film yang sudah ada sebagai pembanding.
Selain fungsi-fungsi di atas, film juga
dapat dijadikan guru yang dapat menjadi model berprilaku. Amatilah bagaimana
figur tokoh dapat meresap menjadi karakter seorang anak manusia. Dalam posisi
ini pengajar dituntut menjadi pengarah yang bijak dalam memberikan tontonan.
Berikanlah tontonan yang mencerdaskan. Misalnya Laskar Pelangi, Sanias, King, 3
Idiot, Ekskul dan lain sebagainya. Semangat tokoh-tokohnya dapat
diejawantahkan.
2. Sebagai ruang kreatif.
Sebagai ruang kreatif penugasan
penugasan dalam bentuk membuat film merupakan hal yang menyenangkan. Munculkan
pemahaman film bukanlah persoalan yang rumit. Sebagai motivasi, pengajar dapat
mengatakan bahwa durasi 5 sampai 15 menit, mengangkat persoalan hidup dengan
media gambar bergerak yang terekam dalam ponsel atau comcorder/handycam
dapat disebut film.
Ajaklah siswa menyikapi tema lebih
kreatif. Angkatlah persoalan-persoalan yang ada dilingkungan atau persoalan
mereka sendiri. Dekatkan mereka lebih peka lingkungan dan mengolahnya menjadi
skenario ringan. Proses ini dapat dilakukan dengan memaksimalkan dan memperkaya
materi drama dalam pemelajaran Bahasa Indonesia.
Jangan dipusingkan dengan alat
pengambilan gambar. Kemampuan siswa mewnggunakan teknologi seperti comcorder,
ponsel, dan benda sejenisnya tidak perlu diragukan lagi. Kemampuan mereka
terkadang melampaui kompetensi pengajarnya. Mereka lebih unggul, tetapi tetap
diingatkan pengajar jangan sampai ketinggalan. Penguasaan teknologi tak mungkin
terhindari dalam pembelajaran modern dan kinilah saatnya.
Dengan peralatan tersebut pengajar
mengarahkan siswa memanfaatkan sebagai alat perekam untuk menghasilkan frame-frame
yang akan dirangkai menjadi bahasa film. Bimbingan ini dapat dipelajari melalui
tutorial yang biasanya disertakan dalam kemasan pembelian comcorder.
Atau melalui internet atau belajar dari mencermati frem-frem dalam film. Dalam
kata lain membuat film dari film.
Setelah melalui proses perekaman. Film
dapat diwujudkan dalam bentuk kongkrit dengan melibatkan pengajar komputer
dalam proses pengeditan. Dalam bentuk yang sederhana siswa kita banyak yang
telah menguasai hal ini. Dengan memanfaatkan program movie maker walaupun
hasilnya tidak begitu memuaskan.
Tentunya untuk menghasilkan karya yang
lebih baik membutuhkan proses. Pengajar dapat melakukannya dengan terus
mencoba. Evaluasi tanpa henti dan terus menerus membuat tanpa mengenal lelah.
Kebanggaan lain selain dirayakan, film
dapat dijadikan dokumen atau leteratur
tontonan dalam kegiatan pengajaran selanjutnya. memanfaatkan film warisan ini sebagai leteratur tontonan
dapat juga media silaturahmi tak terputus antar generasi/angkatan di sekolah
tersebut.
Akhirnya kegiatan menonton sebagai
kegiatan apresiasi dan membuat film sebagai proses eksplorasi menjadi saling
terkait. Efek dari kegiatan pembelajaran ini mencuatkan beragam keterampilan.
Diantaranya kompetensi berkomunikasi, teknologi, mengorganisir, peka lingkungan
estetes, dan tentu saja rasa percaya diri. Metode ini menarik minat siswa.
Penulis sudah melakukannya sekarang giliran Anda.
*Ide Bagus Putra. Mengajar Bahasa
Indonesia di SMP Attaufiq Jambi.menekuni film, refortase, dan musikalisasi
sebagai media ajar. 4 kali tampil ditingkat nasional bersama teater Q
binaannya.
MUSIKALISASI
PUISI: Sastra Gaul
Oleh
Ide Bagus Putra*
Musik dalam kehidupan pelajar kita
Tak ada yang tak mengandung unsur musik
dalam seluruh sisi kehidupan remaja atau pelajar kita. musik seolah menjadi
salah satu menu wajib yang terus terhidang. Segalanya serba musik, ponsel
berisi sesak koleksi lagu, MBS pasti terselip diatara tumpukan buku, kamar
ditempeli poster-poster tokoh idola, bahkan gaya sekaligus aksi mereka nyaris
serupa dan seragam dengan musisi yang sedang menjadi sanjungan. Musik memang bulat
milik mereka. Remaja mana yang tak hapal dengan lagu trend terbaru. Lirik dan
nadanya tak mereka lupa. Begitu mudah mereka menyerap banyak lirik walau aneh
meskipun panjang.
Bagi sebagian musisi, musik disadari
betul sebagai media penyampai gagasan, alat kritik, bahkan dakwah. Musik tak
sekedar ekspresi dan estetika. Musik bahkan telah menjadi sebuah ideologi atau
isme yang mempengaruhi tata laku kehidupan manusia. Cobalah ingat kembali Maikel Jackson dengan lirik dan klipnya yang
dapat menggugah perasaan. Iwan Fals dengan kritik sosial atau Slank dengan lagu
slegean yang mengkritik koruptor dan biang perusak lingkungan. Atau Opick
dan Roma Irama yang menyampaikan nasehat renungan batin. Memang tidak serta merta
musik mereka merubah keadaan, tetapi setidaknya ada yang tersentuh atau
menjadikan renungan.
Begitu besar kekuatan musik sebagai alat
penyampai pesan, sehingga disadari betul dalam dunia kanak-kanak sebagai media
ajaran. Begitu kekal lagu Pelangi-pelangi, atau Bintang Kecil mengajarkan
ciptaan keagungan Tuhan. Bahkan sampai kini lagu-lagu tersebut masih hidup. Keabadian
dan potensi besar lagu sebagai alat ajar begitu ampuh sebagai alat pengingat.
Pasti Anda tidak lupa bagai mana guru mengajarkan hapalan kali-kalian,
alif-ba-ta, dan banyak lagi kemampuan dasar yang diajarkan lewat lagu dan
nyanyian. Lewat lagulah semuanya menyerap.
Tapi sayang potensi besar ini latas
tercerabut begitu saja dalam dunia pendidikan lepas TK. Segala macam ajaran disampaikan
lewat teks yang kaku dan metode yang beku. Dunia nyanyian dianggap sudah lewat.
Lagu-lagu sudah berlalu. Lebih sadisnya pelajaran seni musik pun menjadi teks,
dan alat ukur kompetensi atau evaluasinya
menggunakan pilihan ganda. Penyakit kronis yang menahun. “Dunia ajar
yang parah”.
Tulisan ini tidak bermaksud mengajak
kita semua memusikkan seluruh disiplin ilmu. Mengajak bernyanyi-nyanyi di dalam
kelas, atau berbicara menggunakan lagu. TIDAK. Penulis hanya mengajak kita
memaksimalkan potensi musik sebagai sarana mendekatkan sastra dalam pengajaran
kita. pertanyaannya: ada apa dengan sastra kita?
Sastra
nol
Sastrawan yang tak berkesudahan dengan
keluhan sastra nol buku menjadi pijakan yang harus menjadi renungan kita.
keprihatinan Taufiq Ismail sepertinya mematul-mantul saja dalam lembah ketidak pedulian
sistem pendidikan. pembelajaran satra kita rabun membaca cacat menulis.
Penyakit ini dari tahun-ketahun terbiar-biar begitu saja.
Untuk tidak ikut larut dalam
permasalahan ini perlu dilakukan upaya-upaya kreatif pembebasan, terutama dalam
menciptakan variasi pengajaran sastra. Pada kali ini yang coba didedahkan
adalah bagaimana memaksimalkan potensi musik dalam pengajaran sajak. Karena
pada dasarnya musik juga meminjam kekuatan media sastra dalam berkomunikasi,
media tersebut adalah lirik. Tidak bisa diingkari lirik terkadang adalah sajak.
Lewat sajak sebuah lagu lebih komunikatif.
Musik
sebagai unsur sastra
Beberapa para ahli berpendapat bahwa
tanpa diberi musik, sajak sudah memiliki unsur musikal. Di dalamnya terdapat
rima dan persajakan yang sebenarnya adalah musik itu sendiri. Setuju dan tidak
bermaksud mengabaikan pendapat di atas. Pemberian unsur musik pada sajak
dimaksudkan adalah mengupayakan mempertegas unsur musik yang terdapat pada
sajak dengan menggunakan seperangkat instrumen. Upaya ini dilakukan dengan
tujuan memberikan ruang terbuka dalam memberikan apresiasi terhadap sajak yang
digarap. Akhirnya pencapaian yang diinginkan adalah permaknaan.
Lewat musik diharapkan permaknaan yang
disimpan dalam puisi dapat digali melalui intuisi kecerdasan musikal yang
dimiliki peserta didik. Melalui musik sajak tidak ditelan sebagai teks yang
kaku. Tetapi sebuah tanah liat yang dapat dibentuk menjadi ekspresi lain tanpa
meninggalkan hakekatnya sebagai tanah. Dengan bergulat dalam proses pencarian
diharapkan peserta didik menemukan keasikan tenggelam dalam sastra. Keasikan
inilah yang diharapkan sehingga menjadi candu, dan mereka sakau bila berjauhan
dengan sajak.
Karena pada prosesnya peserta didik
bersentuhan dengan musik, perlu rambu-rambu yang harus dipatuhi untuk
menghidari keseragaman bentuk antara lagu dan sajak musikal. ketegasan ini
diperlukan untuk menghidari kelatahan yang mungkin dapat terjadi, misalnya
mengulang larik pada bait tak ubahnya sebagai reff. Hal ini harus dihindari
karena kata dalam sajak sangat diperhitungkan kehadirannya. Sajak tetaplah
harus utuh sebagai karya cipta penyair. Wilayah pembaca atau kreator kreatif
adalah apresasi atau tapsiran.
Membuat
musikalisasi puisi
Sajak yang dipertegas dengan unsur
instrumen musik lebih dikenal dengan musikalisasi puisi. Istilah ini
dipopulerkan oleh Pusat Bahasa Jakarta melalui lomba musikalisasi puisi tingkat
nasional. Permaknaan musikalisasi puisi mengacu kepada arti kata yang merujuk
pada Kamus Besar Bahasa Indonesia.
Fredi Asri yang dikenal sebagai salah
satu tokoh musikalisasi puisi berpendapat, ada beberapa tahapan yang harus
dilalui dalam pengarapan musikalisasi puisi. Tahapan tersebut adalah: (1) Menginterprestasi
sajak atau menemukan tapsir permaknaan yang tepat. (2) Menghadirkan unsur musik
yang sesuai dengan permaknaan atau tafsir. (3) Memadukan unsur musik sehingga
tidak saling menghancurkan, dan (4) memperhitungkan unsur tampilan
pemanggungan.
Dalam penggarapan musikalisasi puisi
penggarap dapat menggunakan beragam alat musik dan aliran dengan catatan sesuai
dengan tuntutan sajak. Musik diharapkan mendukung permaknaan bukan justru
menghacurkannya sebagai karya sastra.
Mempopuler
Musikalisasi puisi
Sebagai alternatif pengajaran sastra
musikalisasi puisi diharapkan dapat mendekatkan siswa pada karya sastra lewat
musik sebagai media. Tidak tertutup kemungkinan musikalisasi puisi kelak
sebagai gendre baru dalam jenis musik atau alternatif tontonan cerdas. Karena
itu seriuslah dalam mencipta musikalisasi puisi.
*Ide
Bagus Putra. Mengajar Bahasa Indonesia di salah satu sekolah swasta di Jambi.
Menggeluti film, reportase, musikalisasi
puisi dan mencoba menggali alternatif
media ajar sastra lainnya di BONGKAR KELAS PRODUCTION. HP. 081366011293.
PREMIER FILM “TRIP N VLOG #PULANG KAMPUNG”
GAGASAN DARI BAWAH
Pada JambiOne, Wahyu Hidayat selaku motor
penggerak pelaksanaan premier menjelaskan bahwa kegiatan premier di cinema XXI sebenarnya
adalah rangkaian akhir kegiatan promosi film TnV, karena sebelumnya mereka
telah melakasanakan choaching clinic sekaligus promo di sejumlah sekolah yang ada di
kota Jambi maupun di kabupaten Batanghari dan Muaro Jambi. Rangkaian kegiatan
di sejumlah sekolah ini tergolong unik, selain melakukan promosi, tim
kreatif bersama sejumlah narasumber
(aktor TNV) berbagi pengalaman dan tips untuk memproduksi film dan 24 Februari
adalah puncak perjalanan promosi kita yang melelahkan kata Wahyu disela
persiapan premier di studio pribadi miliknya.
Ada hal yang
menarik dari rangkaian premir film TnV
di Jambi, menurut Risdi A Sulaiman belum
ada premier yang digagas oleh pelaku di luar produksi. Selama ini premier
selalu digagas oleh pihak film, namun kali ini berbeda, sejumlah kalangan
bersatu padu untuk membuat premier. Sepertinya masyarakat Jambi merasa betul
memiliki film ini. Ini luar biasa menurut Risdi selaku produser setelah
dikonfirmasi melalui telepon. Dikonfirmasi juga pada salah satu pihak
penyelenggara, Beddi menyatakan bahwa benar biaya penyelenggaraan premier ini
ditanggung oleh para apresiator yang ada di Jambi. lebih lanjut Beddi
menjelaskan bahwa gagasan premier ini bermula dari keinginan nonton bersama,
maka tercetuslah gagasan 24 Maret, panitia mencetak undangan dalam bentuk
stiker untuk menghimpun dana guna menyewa 1 bioskop. Gagasan ini direspon oleh
sejumlah apresiator termasuk tokoh masyarakat, maka terwujudlah premier ini.
Di tempat lain,
ketika JambiOne menayakan secara langsung pada salah satu tokoh pelaku teater
sekaligus aktor TnV Didi Hariadi, membenarkan bahwa gagasan premier ini dicetuskan oleh sejumlah pelaku seni di
kota Jambi dan mendapat respon sejumlah tokoh karena berkeinginan untuk
memberikan nilai lebih terhadap film yang 90% dilakoni anak Jambi ini.
Selanjutnya ia menegaskan bahwa TnV harus dibantu promosinya karena telah
mengangkat Jambi ke ranah nasional. Sepertinya anak-anak Jambi tidak bisa
berpangku tangan dan tergantung pada pihak lain, birokrasinya rumit kata dia, maka
muncullah gagasan premier ini.
Sejumlah tokoh
berencana ikut menghadiri dan mendukungan premier film TnV adalah Uteng, Hasan
Basri Agus, dan Sultan Adil Mahendra. Uteng yang merupakan anggota DPD RI
menyatakan bahwa dukungan yang ia berikan semata-mata untuk menghargai karya
anak-anak Jambi yang telah memperkenalkan Jambi lewat film. Ini perlu dukungan
dan suport. Sedangkan Hasan Basri Agus (HBA) memberikan bantuan dengan tujuan
memberikan apresiasi kepada remaja Jambi yang telah bisa menghasilkan film,
sedangkan Sultan Adil Mahendra memberikan dukungan terhadap premier ini dengan
harapan pelaku seni Jambi tetap bersemangat dalam memproduksi film, dan ia
berharap kelak dapat ikut terlibat dalam garapan Jambi. “Karya anak Jambi
100%”, kata Sultan.
Sejumlah harapan tercetus
pada film Trip n Vlog #pulangkampung, semoga apa yang diharapkan dapat terwujud.
Film TnV dapat booming, menjadi
wacana nasional yang dapat menunjukkan bahwa putra Jambi dapat berbicara dengan
karya ditingkat nasional. Mari nonton, sukses film Jambi. (IBP)
FILM
JAMBI “TRIP N VLOG” TEMPAT BELAJAR
oleh Ide Bagus Putra
Jambi- Wahyu
Hidayat (Astrada) sosok berpenampilan sederhana ini merupakan tokoh penting
dalam garapan film Trip n Vlog #pulangkampung. Walaupun berada di belakang
layar ia merupakan tokoh sentral yang ikut membidani skenario yang dicetuskan
oleh Risdi A Sulaiman. Tidak hanya ikut terlibat dalam proses penggarapan
skenario ia juga ikut dalam proses casting
atau menggali talenta yang dimiliki oleh pelaku-pelaku seni di kota Jambi.
Dengan setia ia menemani Ide Bagus Putra
hunting pemain, serta merekam
calon-calon pemain untuk proses seleksi lebih lanjut yang dilakukan rumah
produksi Qasthalani Citra Film di Jakarta.
Keberadaannya
secara menyeluruh dalam film TnV dengan alasan ingin belajar banyak pada ahlinya.
“Mumpung gratis, kenapa aku tidak belajar.” jawab dia santai saat ditanya. Bagi
Wahyu keterlibatannya dalam penggarapan TnV dari praproduksi hingga
pascaproduksi merupakan kesempatan mahal, ia dapat memperdalam bidang
senematografi yang memang sejak lama ditekuni. Sebelumnya ia memang dikenal
sebagai fotografer, sejumlah karyanya tergantung indah dan tertata rapi di
studio pribadi “Pepakura” yang berada di daerah The Hok kota Jambi.
Tidak hanya
meminati fotografi Wahyu Hidayat juga melakoni beragam seni, sejumlah karyanya
dalam bentuk sketsa, komik, patung kertas, dan sajak. Ini menegaskan bahwa ia
sangat bersungguh-sungguh dalam berkesenian. Selain itu ia pernah bergabung
dengan kelompok musikalisasi puisi teater Q sebagai pemain perkusi dan aktor.
Sekarang ia menjabat sebagai sekretaris di Anjungan Puisi Jambi dan bekerja di
salah satu radio swasta yang ada di kota Jambi.
Menurut Wahyu dengan
latar belakang berkesenian sebelumnya dan kesempatan tergabung dalam penggarapan
film Trip n Vlog merupakan sebuah kampus tempat ia belajar tentang sinematografi. Ia sangat berharap film Jambi
dapat berbicara di tingkat nasional. Selain itu ia juga menegaskan jangan
cengeng dalam berkesenian, baginya Trip n Vlog sudah menjadi contoh berkesenian
dengan tidak cengeng, “Ini bukan sekedar film, ini sebuah sikap, ini sebuah
ideologi bagaimana kita berkesenian dengan benar.” Jadi jangan cari namaku,
karena aku ada bukan untuk sebuah nama, tuturnya lembut menutup pembicaraan
sore di salah satu sudut Tempoa.
“MENGAJI PUISI” HENDRY NURSAL:
Dibalik Kisah Setengah Gelas Kopi
oleh Ide Bagus Putra
…
Aku ingin bertasbih
Walaupun sejadah-Mu ku tabor lotre
Aku ingin bermunajat
Walaupun seruan-Mu ku senyapkan
Serbuk kulit yang terkikis, ku tadah
Doa lirih
…
(Sajak Dentang, Hendry Nursal)
Demikianlah
sepenggal sajak Hendry Nursal yang secara utuh
akan tersaji pada malam ‘MeNGAJI PUISI” Dibalik Kisah Setengah Gelas
Kopi (2/2) di panggung Tempoa Art Gallery yang dirangkai menjadi satu dengan
dengan pembukaan Pameran Foto Koleksi 5AW dan Fotografer Jakarta. Hendry akan
menyajikan 20 sajak yang ditulisnya dari tahun 2009 s.d 2018. Sajak-sajak yang
ditampilkan mengangkat renungan personal yang disajikan dalam kesederhanaan
bahkan terkesan lugu.
Hendry
mengawali debutnya sebagai pelaku seni sejak tahun 1999 dengan bergabung
bersama Teater Tiang Tuo sanggar yang ada di sekolahnya. Beberapa pertunjukan
produksi sanggarnya ia terlibat secara penuh, diantaran Khotbah (WS
Rendra/garapan Ide Bagus Putra), Robohnya Surau Kami (AA.Navis/garapan Ide
Bagus Putra), dan teater mini kata Dolanan (garapan Ide Bagus Putra). Tidak
lebih kemudian, tepatnya tahun 2000 kegiatan berolah lakon dilanjutkan Hendry
ke Teater Tonggak asuhan Didin Siroz hingga kini.
Melalui
dunia panggung Hendry berkenalan dengan sastra secara tidak langsung, kedekatan
dengan sejumlah penyair Jambi membuat ia tertarik untuk melirik puisi sebagai
ungkapan estetik. Maka bermula dari sejumlah panggung lomba baca puisi Hendry
menjajal kemampuannya untuk menulis puisi dan sekaligus menjadi deklamator.
Sebagi deklamator Hendry pernah dipercaya sebagai pemengang tropi Ari Setya
Ardhi (ASA) Award (2006).
Kini dunia
panggung puisi lebih banyak menjadi penggembara sunyi bagi Hendry. Kehadirannya
di panggung puisi Tempoa Art Gallery adalah semacam kerinduan untuk kembali
mengaum disela kesibukannya sebagai seorang jurnalis. Dan tentu saja kita
berharap Hendry tidak kehilangan pukau. Mengaumlah
panggung puisi Jambi. (IBP)
“DASAWARSA”
MUSIK INDIE BERNAPAS ETNIK
oleh Ide Bagus Putra
Tempoa Art Gallery- Jambi (9/2)menggelar musik indie “Dasawarsa” bertajuk “Dosa Senin dan Dosa Selasa.”
Bermula dari persahabatan sejak
SMA, Putra dan Hendra membangun “Dasawarsa” kelompok musik indie dengan napas
musikalisasi puisi. Sebelumnya mereka sempat berkecimpung di musik heave metal, hip rock, dan beberapa
musik alternatif lainnya.
Dibangun dengan format minimalis,
Putra vokal dan gitar, sementara Hendra pada perkusi, tidak mengurangi kekuatan
mereka berekpremen untuk menemukan nada-nada batin untuk kebutuhan syair-syair
yang mereka susun.
Olah batin itu diantaranya adalah
“Dosa Senin” dan “Dosa Selasa” catatan kecil Putra tentang perjalanan hidup.
Tentang komposisi garapannya, Putra dalam percakapan ringan setelah pementasan
menyatakan ia dua komposisi musik yang ia tampilkan direncanakan akan
dilengkapi dengan komposisi hari dalam satu minggu. Tentu saja dengan olahan
etnik seperti dua lagu yang telah ia tampilkan.
Putra dan Hendra memang mengaku bukan
sosok yang mempelajari musik secara akademik, mereka belajar musik secara
otodidak dan sedikit bekal dari ilmu pembelajaran kesenian. Putra kini masih
tercatat sebagai mahasiswa Universitas Batanghari dalam masa penyelesaian tugas
akhir. Sementara Hendra penah tercatat sebagai siswa SMAN 6 Kota Jambi.
Tentang penampilan “Dasawarsa” Ajir
Leo salah satu panitia menyatakan bahwa kehadiran “Dasawarsa” pada Sabtu, 9 Februari
kemarin dilandasi dari penampilan Putra sebelumnya dalam beberapa program TAG.
“Putra dengan kemampuan musik ekpresifnya mampu membius penonton yang ada di
Tempoa.” karena itu lanjutnya “TAG memberi panggung secara khusus kepada Putra
dengan komunitasnya, maka tercetuslah gagasan menampilkan Dasawarsa.”
Sementara itu Wahyu salah satu penonton
Dasawarsa mengaku mengenal kiprah Putra dengan “Dasawarsa” melalui layanan
akun, setelah menyaksikan penampilan “Dasawarsa” dia menyatakan puas dengan apa
yang disajikan Putra dan sahabatnya Hendra. “Tampilan yang ekspresif dengan
sentuhan yang berbeda dengan penyanyi aslinya, selain itu penawaran dosa Senin dan dosa Selasa memberikan
pengalaman batin yang dalam bermusik, ada unsur musikalisasi puisi yang
menonjol, sangat menyentuh tema yang ditawarkan.”
Pernyataan puas juga dikemukakan
Rachmadi, ia menyatakan sempat curiga dengan yang dimaksud “dosa senin dan dosa
Selasa” setelah menyaksikan penampilan
Dasawarsa, semuanya terjawab. Ternyata ada penawaran yang unik dalam berolah
rasa musik, dan itulah yang menjadi kekuatan dan gaya Dasawarsa. Ia menyatakan
puas dan siap untuk menjadi rekanan Dawarsa dalam membangun keseriusan
bermusik.”
Jambi tentu saja berharap dengan
tampilnya “Dasawarsa” di panggung TAG dapat
memberikan semangat untuk anak muda
Jambi dalam berkarya, terutama pada penggila musik, Sukses untuk Dasawarsa.
(IBP)
PENYAIR RIAU DHENI KURNIA PERSEMBAHKAN
“BUNATIN” KUMPULAN PUISI TERBAIK HARI PUISI INDONESIA
BAGI PENCINTA SASTRA JAMBI
oleh Ide Bagus Putra
(Dheni Kurnia Penyair Riau) |
Kehadiran
Dheni Kurnia tak lepas dari peranan Ramayani selaku Ketua Wanita Penulis
Indonesia (WPI) cabang Jambi. Selaku pencinta sastra Ramayani melihat kekuatan
karya Denny Kurnia sebagai referensi yang patut dibaca dan diperkenalkan kepada
pencinta sastra di Jambi, terutama pada para penulis muda. Apalagi katanya “Dheni
Kurnia adalah penerima anugrah sastra yang digelar oleh panitia Hari Sastra
Indonesia. Ini buku bagus katanya.” Karena itu selain akan digelar dialog di
Tempoa Art Gallery, acara ini akan juga dilanjutkan di TVRI, dan radio EB.
Tentu saja
kehadiran Denny Kurnia ke Kota Tanah Pilih ini memberi angin segar untuk para
penggiat sastra dan pencinta sastra di Jambi, diantaranya adalah Meria Purnama
salah satu guru bahasa Indonesia pencinta sastra ini menyatakan “bahwa
kehadiran Dheni akan memberi referensi baru baginya untuk mengenal penyair
Indonesia secara langsung. Apalagi penyair yang akan hadir ini adalah penerima
anugrah sastra atas buku yang telah dia tulis.” Lebih lanjut kalau tidak ada
halangan Meiria akan hadir dengan sejumlah siswa binaannya.
Pernyataan
yang sama juga dikemukakan oleh Afriansyah Putra, “Kehadiran Dheni memberikan
semacam “obor” untuk saya mengenal lebih jauh dunia puisi. “ katanya disela
persiapan untuk membantu salah satu deklamator Jambi membawakan sajak-sajak
Dheni di atas panggung. Lebih lanjut Putra mengatakan bahwa setelah membaca
sajak-sajak Dheni lewat dunia maya, ia merasakan kekuatan diksi-diksi
tradisional yang diramu sedemikian rupa sehingga menjadi wajah baru dalam
bentuk sajak modern. “Sajak yang memikat, saya mencoba mentranspormasi dalam
bentuk tampilan musik. Bagimana bentuknya, saksikan saja tanggal 16 Pebruari
yang akan datang.” Katanya santai sambil mengekplorasi senar gitar yang tidak
dimainkan secara konfensional.
Dilain
tempat Wenddy salah satu pendiri Teater Abdul Muluk Ribound turut menyatakan
ketertarikannya kepada sajak-sajak Dheni Kurnia, “Saya menyambut baik atas
kesediaan Dheni Kurnia untuk hadir di Jambi, ini merupakan stimulus yang akan
memperkaya referensi pencinta sastra di Jambi. Dan suatu kehormatan saya telah
diundang oleh panitia untuk dapat membacakan sajak-sajak Dheni bersama
penyairnya langsung.” Ujar Wenddy dalam percakapan ringan di panas terik kota
Jambi melalui gawai.
Tentu saja
kita berharap pembaca sastra Jambi merespon baik kehadiran Dheni Kurnia,
setidaknya ini menjadi moment kembali menggeliatkan sastra Jambi yang terkesan
sunyi setelah berturut-turut dirundung duka atas berpulangnya Ari Setia Ardhi
pengiat sastra yang bergerak bersama teater Bohemian, Cori Marbawi dengan
pergerakan teater dan komunitas musikalisasi binaannya, Firdaus dengan gerilya
sastranya yang berpindah-pindah, dan terakhir penyair gerimis dengan gerakan
puisi sajak-sajak pendeknya, Dimas Arika Mihardja. Kita berharap sastra Jambi
kembali mengeliat sebagai sebuah ruang, tempat bertukar pikir. Semoga. (IBP)
“MEMAYU HAYUNUNG BAWANA” DIMAS ARISANDI
oleh Ide Bagus Putra
Tempoa Art Gallery- Jambi (16/2) menayangkan film dokumenter tentang Maestro Wayang “Ki Sigit Sukasman” Nominasi Film Dokumenter Terbaik Festival Film Dokumenter 2009, dan Film Kehormatan Binnale 2009 karya sineas Jambi, Dimas Arisandi.
Sosok Ki Sigit Sukasman dinilai
sedikit banyak memiliki andil ketika UNESCO menetapkan wayang sebagai salah satu
pusaka dunia tak benda pada tahun 2003. Sebab, sejak tahun 1960-an, ia memang
telah aktif memperkenalkan keindahan wayang Indonesia ke dunia Internasional.
Namun, sayang upaya Ki Sigit untuk
lebih memasyarakatkan wayang justru dinilai sebagian pihak terutama dari
kalangan dalang sebagai tindakan di luar kebiasaan. Cemooh pun kadang dilontarkan
oleh mereka yang tak sepaham dengan Ki Sigit.
Sebenarnya dengan kemampuan dan
bakatnya, Ki Sigit Sukasman bisa dengan mudahnya menjadi orang yang
berkelimpahan secara materi. Namun ia lebih memilih hidup dalam kesederhanaan
dan laku “keprihatinan”. Seniman wayang yang telah menghasilkan setidaknya
ratusan karya itu menghadap Yang Maha Kuasa pada Kamis, 29 Oktober 2009 di RS
Panti Rapih Yogyakarta. KiSigit meninggal dunia setelah dua hari dirawat akibat
komplikasi gangguan jantung dan paru-paru yang mengerogoti tubunhnya.
(Dimas bersama pelaku Teater (Husni Tamrin) |
Mengenal lebih jauh tentang Dimas
Raditya Arisandi (DRA), sineas kelahiran Jambi, 11 Juni 1984 ini kita akan
melihat sosok pribadi yang sederhana, tutur katanya teratur terkesan jawa
dengan kecerdasan sosial yang cukup baik. Pendidikan formal ia peroleh dari SD
13 Jambi, SMPN 1 Jambi, SMAN 3 Jambi, d3 Institut Musik dan Televisi Surakarta
(2005), s1 ISI Yoyakarta (2012), dan s2 ISI Surakarta (2019).
Tidak hanya secara akademik ia
serius menekuni film, DRA juga pernah/masih tergabung dalam sejumlah organisasi
kesenian, diantaranya Komunitas Kopi Kental Yogyakarta (sekarang NGO),
Demakreatif Jawa Tengah, Sanggar Wayang Ukur Yogyakarta, Forum Videografi
Demak, Asosiasi Pekerja Audio-Video Jateng-DIY, Forum Film Jambi, Digital
Cinematografi Indonesia (DCI) dan Jaringan Pesantren Film Indonesia Yogyakarta.
DRA telah menghasilkan sejumlah
olah kreatif berupa film cerita dan dokumenter, diantaranya adalah “Kuliah Kui
Larang (2006), “Malam Botak (2007), “Di dalam Tubuh yang Kuat Terdapat Anu yang
Sehat” (2007), ‘Memayu Hayuning Bawana” (2008), “Putih” (2009), “Tv Rusak”
(2009), “narsIs Manto” (2009), “Bom Makan Otak” (2010), “Ilir-ilir” (2012),
“Rumah untuk Nyai” (2013), “Kelas Maaf (2019).
Sebagai sosok pemuda yang suka bekerja
keras DRA pernah terlibat sebagai sound
enginer, editor, sutradara/astrada, kameramen dan line produser, penyedia jasa modelling
dan aktor, juri lomba film, asisten dosen, pemateri workshop, penulis naskah, dan pendiri beberapa usaha dibidang audio
visual. Sejumlah aktifitasnya kini dilakoni dengan berpusat di sekitaran
Tanjungpinang kota Jambi.
Dengan deretan panjang riwayat
pendidikan, karir karya, dan pengalaman bekerja Dimas Raditya Arisandi, tentu
kita penasaran dengan karyanya. Mari saksikan, dengan bersama kita bangun dunia
film di Jambi. Salam Sukses (IBP)
BAND
JAMBI GARAP SOUNDTREK FILM
oleh Ide Bagus Putra
O,
matahari tersenyumlah
sambutlah
kami tiba di sana
angin
hembuskan napasnya
iringi
langkah kaki kita
arus
sungai beribu ombak
menjalin
cinta ciptakan nada
nada
indah mengisi di lubuk jiwa
segarkan
pikiran yang t’lah lemah
rindu
masa kecil ku di sana
membangun
mimpi kita bersama
O,
langit malam berjuta bintang
sambutku
datang aku pulang
walau
tak selalu bersemi
kau
yakin ku kembali
setiap
saat ku berduka
kau
selalu nyanyikan nada
nada
indah mengisi di lubuk jiwa
segarkan
pikiran t’lah lemah
rindukan
masa kecilku di sana
membangun
mimpi kita bersama
bersama
kita berpegang erat
menyatukan
hati dan semangat
bagai
senja yang tak pernah lelah
menyambut
malam kita bersama
(Negeri
1000 Sungai-Second Home Band)
“Awalnya
kami kaget.” tutur Soufi mengawali cerita saat ditanya sekitar penawaran untuk
membuat soundtrek film. Kaget Soufi
dan kawan-kawan dikarenakan mendapat tawaran secara langsung dari Haris A
Sulaiman yang bertindak sebagai produser. Tawaran ini sempat membuat mereka
ragu karena harus menyelesaikan proyek ini dalam waktu yang sangat terbatas. Namun
tantangan ini akhirnya diterima dengan antusias karena “Moment inilah saatnya
kita dapat berbicara secara nasional tentang keberadaan Jambi.” kata Andri sang
vokalis menegaskan. Berkat keyakinan bersama dan bimbingan Radjoe Mindo
(mentor), akhirnya lagu Negeri 1000 sungai dapat diselesaikan. Ternyata tidak
semudah membalikkan telapak tangan, garapan anak-anak muda Jambi ini tidak
langsung diterima oleh produser, setelah mengalami beberapa kali perubahan,
akhirnya lagu ini mencapai kesepatan untuk digunakan.
Diterimanya
lagu Negeri 1000 Sungai tentu saja membuat
kelompok band ini bangga. Pihak produserpun merasa puas dengan apa yang
dikerjakan oleh Second Home. Kepuasan
ini ditandai dengan kelanjutan kerja sama dengan menambah dua lagu. Maka lagu
yang berjudul “paradise” dan “satu” kembali dipersembahkan oleh kelompok band
yang terbilang berumur muda ini.
Kelompok
band Second Home memang belum berumur
panjang, kebersamaan mereka baru dibangun kurang lebih satu tahun. Kelompok ini
terdiri dari sejumlah mahasiswa, siswa SMA, dan anak tongkrongan caffe yang memiliki visi yang sama dalam
membangun semangat bermusik di kota Jambi. Kelompok yang dimentori oleh pengusaha
muda dan pelaku film yang membagi waktu antara Jakarta-Jambi bernama Rajoe
Mindo ini terdiri dari Andri (vokal), Bayu Pragawiryo (vokal), Jenicke Laurent
(vokal), Albert Sofianto (gitar), Muhammad Soufi (bas), Reza Rafsanjani (keyboardist),
Fredy Andries (piano). Selain itu kelompok ini didukung oleh Anez Andrew sebagai
menejer, Mieko S.D.P sebagai songwriter,
dan Ronal Taufano dari sisi desain cover.
Melihat
potensi yang dimiliki oleh Second Home,
Mindo disuatu perjumpaan dengan Jambi One
di Caffe Dua Nenek di sekitaran
Jelutung mengatakan, bahwa komunitas
musik dan musisi muda Jambi sebenarnya memiliki potensi yang sangat kuat untuk
berbicara dikancah nasional. Hal ini ditandai dengan sejumlah nama dikancah
Asia yang berhasil menyabet gelar di bidang musik. Contohnya keberhasilan Sopan
dan kawan-kawan, cuma sayang kurang publikasi, bahkan terkesan tidak ada
kepedulian dari pihak yang berkepentingan dalam bidang pembinaan kesenian. Namun
kondisi ini tidak harus membuat pelaku musik mengeluh lanjut Mindo, pelaku
musik harus kuat, karena harapan ditentukan oleh kerja keras mereka sendiri.
Tidak boleh cengeng Mindo menambahkan.
Sementara
itu Ide Bagus Putra salah satu pelaku seni di kota Jambi melihat apa yang
dicapai oleh Second Home sebagai sebuah
keberhasilan pelaku muda Jambi yang menunjukkan keseriusan dalam berkarya. Ide
berharap pencapaian ini terus berlanjut, karena selain persoalan eksistensi
komunitas musik biasanya amat jarak yang bertahan lama. Ide mengharapkan Second Home dapat bertahan dan terus berkarya sehingga dapat tampil
di kancah nasional sehingga setara dengan band besar seperti Armada, Kotak,
Akad, dan lain-lain.
Akhirnya
tentu menjadi harapan kita semua Second Home dan pelaku-pelaku musik di Jambi terus bersemangat dalam berkarya.
Pencapaian Second Home hendaknya
menjadi pemicu kelompok-kelompok yang lain bersemangat. Semoga terus ada
produksi film yang akan diwujudkan, dan tentu saja keberadaan film tidak bisa dilepaskan dari unsur musik. Nasib
Second Home dan Film Trip n Vlog
mudah-mudahan menemukan nasib yang membahagiakan bagi pelaku kesenian di
Jambi. Semoga.
RIO
SIAPKAN KOPI UNTUK ARTIS
PU
(pembantu umum), ya, jabatan ini banyak dipandang sebelah mata bagi sebagaian
orang. karena pekerjaan ini identik dengan pekerjaan dapur. mulai dari membuat
air kopi, menyediakan makan, mengatur menu dan lain-lain. yang lebih
menggelikan lagi Rio yang dibantu sejumlah siswa dan mahasiswa magang ini harus
membawa perlengkapan masak ke lokasi shooting. Bayangkan berapa lokasi?
Tapi
tidak sedikit pun sosok yang terbilang ganteng ini malu dan mengeluh, padahal
sebelumya ia selalu menjadi aktor dalam sejumlah garapan teater, dan menjadi
pemain perkusi paling ganteng di sejumlah pementasan musikalisasi puisi garapan
Teater Q (sekarang Anjungan Puisi Jambi).
Dengan
sedikit bercanda ia berujar, “Tidak semua orang mau jabatan ini, semuanya pasti
mau ‘mejeng’ bila perlu mengemis untuk mendapatkan peran dan sebuah nama,
karena itu produksi film ini membutuhkan sosok tegar seperti saya.” candanya di
sela percakapan kami. “Ayo mana, cowok ganteng yang mau bekerja kasar seperti
saya? Walaupun begitu, saya bahagia karena kopi yang saya siapakan diminum para
artis” lanjutnya lagi. Karena itu film Trip n Vlog ini adalah sebuah pembuktian
bahwa pekerja sejati adalah pekerja yang tak memilih. Karena tak pilih-pilih maka ia merasa beruntung dapat bergabung dalam sebuah film
yang banyak mengajarkan pentingnya kesetiaan dan kerja sama dalam membangun
mimpi. “TnV adalah mimpi kita,” senyum Rio. (IBP)
PEREMPUAN
MENGAJI PUISI DIMAS ARIKA
MIHADJA
Oleh Ide Bagus Putra
Dari
deretan perempuan yang akan membacakan sajak-sajak Dimas Arika Mihardja (DAM) adalah para
pencinta puisi yang selama ini dikenal sebagai penyair, pemain teater, para
juara lomba baca puisi, dan deklamator komunitas musikalisasi puisi.
Sebut
saja diantaranya adalah Ramayani Riance yang salama ini dikenal sebagai
penyair, sejumlah kumpulan sajak telah dia luncurkan ke dunia
sastra Jambi bahkan nasional. Diantaranya adalah Sebungkus
Kenangan (2008), Behrouz dan Petunjuk Hujan (2016), dan Di
Bawah Cahaya Sigombak (2018). Ramayani selain dikenal sebagai penyair dia juga
dipercaya sebagai ketua Wanita Penyair Indonesia (WPI) cabang Jambi.
Sosok
lain yang akan tampil dalam panggung Mengaji Puisi adalah para juara baca puisi
yang pernah digelar disejumlah tempat di kota Jambi, diantaranya adalah Parida
Tonggak, Salira Ayatusyifa, dan Puja Ayu Lestari.
Parida
Tonggak selain dikenal sebagai pelaku dalam sejumlah pergelaran teater Tonggak,
ia juga pernah meraih juara baca puisi dalam kegiatan Ari Setya Ardhi Award, dan
dipercaya mewakili UNJA untuk Pekan Seni Mahasiswa Nasional (Peksiminas).
Selain itu dia
juga tercatat sebagai tenaga pengajar di SMA Negeri 4 Kota Jambi.
Tercatat
juga macan panggung puisi
yang akan tampil adalah Salira Ayatusyifa.
Sosoknya telah muncul sejak SD sebagai siswa yang memiliki prestasi dibidang
seni. Dia
pernah mewakili Jambi dalam sejumlah forum kesenian di tingkat nasional. Mulai
dari tari, teater monolog, baca puisi, dll. Sejumlah tempat di tanah air telah
ia kunjungan dengan misi kesenian. Selain itu dia juga
beruntung, karena didukung penuh Didin Siroz yang kita kenal sebagai seniman
teater dan kepala Taman Buday Jambi yang merupakan ayahnya.
Panggung
juga akan diisi Puja Ayu Simatupang, mantan vokalis teater Q yang sebelumnya
pernah berkesempatan manggung di Taman Ismail Marzuki. Puja selain dikenal
sebagai vokalis ia juga melakoni deklamasi puisi sebagai pilihan berkesenian. Dia sempat absen
mengisi panggung karena berkosentrasi menyelesaikan pendidikan. Beberapa minggu
belakangan ia
terlihat hadir di antarapenonton pertunjukan Tempoa Art Gallery dengan
alasan rindu panggung. Puja menyatakan akan membawa dua puisi, satu karya milik
DAM dan satu karya milik Danarto. Dua Penyair yang dia kagumi dan
kini telah almarhum.
Perempuan
lain yang akan meramaikan MeNgaji Puisi adalah Rani Iswari, sutradara
teater Kuju dan anggota teater Air ini sempat menyatakan tidak begitu bagus
membaca puisi. Namun akhirnya dia menyatakan siap untuk naik panggung
karena ingin meramaikan suasana, dan tentu saja untuk menghargai sosok penyair
Dimas Arika Mihardja.
Demikianlah
diantara beberapa perempuan yang akan tampil untuk membacakan sajak-sajak Dimas
Arika Mihardja. Tentu saja tidak mengurangi rasa hormat penulis kepada Nady,
Iis, Anisa, Nadya Handrica yang juga akan ikut meramaikan panggung. Tentu saja
terlalu ramai kalau dibicarakan semua kelebihan seluruh perempuan yang akan
tampil. Tidak ada lagi rasa penasaran yang muncul. Yang jelas semua yang tampil
pada panggung”MeNgaji
Puisi” adalah perempuan-perempuan yang hebat. Salam sukses, selamat bermalam
dengan puisi (IBP. 2018).
AMEL CARLA ARTIS NASIONAL KUNJUNGI
MUSEUM FILM TEMPOA JAMBI
Jambi-Sabtu, 24 Februari 2018,
merupakan momentum yang spesial bagi sejumlah pelaku seni di Jambi. Tepat pada
tanggal ini akan dilaksanakan premier film “Trip n Vlog #pulangkampung (TnV)”
di bioskop cinema XXI WTC. Pemilihan tanggal memang direncanakan oleh
penyelenggara yang terdiri dari sejumlah kalangan ini untuk menjadi “sumbu
kecil” untuk sebuah “ledakan besar” pada tanggal 1 Maret yang merupakan
peluncuran film TnV secara serentak di sejumlah kota di Indonesia.
Pada JambiOne, Wahyu Hidayat selaku motor penggerak pelaksanaan premier
menjelaskan bahwa kegiatan premier di cinema XXI sebenarnya adalah rangkaian
akhir kegiatan promosi film TnV, karena sebelumnya mereka telah melakasanakan choaching clinic sekaligus promo di sejumlah sekolah yang ada di
kota Jambi, kabupaten Batanghari, dan Muaro Jambi. Rangkaian kegiatan di sejumlah
sekolah ini selain melakukan promosi, tim kreatif bersama sejumlah narasumber (aktor TNV)
berbagi pengalaman dan tips untuk memproduksi film. “Intinya 24 Februari adalah
puncak perjalanan promosi kita yang melelahkan,” kata Wahyu disela persiapan
premier di studio pribadi miliknya.
Sisi lain yang menarik dari
rangkaian premir film TnV di Jambi, menurut Risdi A Sulaiman adalah premier yang digagas oleh pelaku di
luar produksi. Selama ini premier selalu digagas oleh pihak film, namun kali
ini berbeda, sejumlah kalangan bersatu padu untuk membuat premier. Sepertinya
masyarakat Jambi merasa betul memiliki film ini. “Ini luar biasa,” kata Risdi
selaku produser setelah dikonfirmasi melalui telepon. Sementara itu Beddi salah
satu panitia yang bertugas mengelola penonton menyatakan, membenarkan bahwa biaya
penyelenggaraan premier ini ditanggung oleh para apresiator yang ada di Jambi.
Lebih lanjut Beddi menjelaskan bahwa gagasan premier ini juga bermula dari
keinginan nonton bersama, maka tercetuslah gagasan 24 Maret, selanjutnya panitia
mencetak undangan dalam bentuk stiker untuk menghimpun dana guna menyewa 1 bioskop. Gagasan ini kemudian direspon
oleh sejumlah apresiator termasuk tokoh masyarakat.
Di tempat lain, ketika JambiOne
menayakan secara langsung pada salah satu pelaku teater sekaligus aktor TnV
Didi Hariadi, membenarkan bahwa gagasan premier ini dicetuskan oleh sejumlah pelaku seni di
kota Jambi dan mendapat respon sejumlah tokoh karena berkeinginan untuk
memberikan nilai lebih terhadap film yang 90% dilakoni anak Jambi ini.
Selanjutnya dia menegaskan bahwa TnV harus dibantu promosinya karena telah
mengangkat Jambi ke ranah nasional. Sepertinya anak-anak Jambi tidak bisa
berpangku tangan dan tergantung pada pihak lain, birokrasinya terlalu rumit
kata dia.
Sejumlah tokoh dan pelaku seni di
Jambi berencana ikut menghadiri dan mendukungan premier film TnV adalah Hj
Daryati Uteng, Hasan Basri Agus, dan Sultan Adil Mahendra, Riyani Juscal, Sakti
Alam Watir, Harkopo Lie, dan lain-lain. Hj Uteng yang merupakan anggota DPD MPR
RI menyatakan bahwa dukungan yang ia berikan semata-mata untuk menghargai karya
anak-anak Jambi yang telah memperkenalkan budaya Jambi lewat film, dukungan ini
diharapkan dapat memicu semangat untuk terus berkarya. Sedangkan Hasan Basri
Agus (HBA) memberikan dukungan dengan tujuan memberikan apresiasi kepada remaja
Jambi yang telah bisa menghasilkan film, sedangkan Sultan Adil Mahendra
memberikan dukungan terhadap premier ini dengan harapan pelaku seni Jambi terus
bersemangat dalam memproduksi film, dan dengan nada bercanda ia berharap kelak
dapat ikut terlibat dalam garapan film Jambi.
Sejumlah harapan tercetus pada film
Trip n Vlog #pulangkampung, semoga apa yang diharapkan dapat terwujud. Film TnV
dapat booming, menjadi wacana
nasional yang dapat menunjukkan bahwa putra Jambi dapat berbicara dengan karya
ditingkat nasional. Mari nonton, sukses film Jambi. (IBP)
PAMERAN FOTO KOLEKSI 5AW DAN FOTOGRAFER JAKARTA
Oleh Ide Bagus Putra
Helatan ini
menurut Ajir selaku panitia merupakan kerinduan 5AW membaca kembali
“kitab-kitab” yang tersimpan, selain itu pameran ini merupakan program Tempoa
Art Gallery (TAG) untuk kembali bergerak mengisi perjalanan kebudayaan di
daerah Jambi. Selama ini lanjut Ajir, TAG merupakan sebuah ruang bagi pelaku
kesenian Jambi untuk mengelar karya baik berupa lukisan, foto, patung,
kerajinan, yang dikombinasikan dengan pertunjukan puisi, monolog/teater, dan
music. Nah, di tahun 2019 ini TAG kembali mengawali kegiatan dengan
menghadirkan 5AW dengan sejumlah “harta kekayaan simpanannya.
Dari
sejumlah koleksi foto yang akan dipamerkan adalah hasil karya potografer Amran
Hendriansyah Abenk, martina Henny P, Triswanto, Jefffry Surianto, dan Khairil
Fahmi. Mereka adalah rekanan 5AW dari Jakarta. Selain itu akan digelar juga
hasil karya potografer dari Jambi. Salah satunya adalah potografer senior Maicel
Horas atau lebih dikenal dengan inisial MDi.
Direncanakan
pameran foto keleksi 5AW akan dibuka oleh Musri Nauli aktifis pergerakan
lingkungan hidup di kota Jambi. Tentu saja kehadiran sosok Nauli untuk membuka
pameran foto ini bukanlah suatu kebetulan. Kehadiran Nauli diharapkan dapat
mempertegas isu yang menjadi bidik kamera para potografer untuk diterus
sampaikan oleh pelaku lingkungan itu sendiri. Dan memang dari sejumlah foto
yang dipamerkan adalah mengangkat persoalan lingkungan.
Persoalan
lingkungan memang akan selalu menarik untuk dibidik, karena foto memiliki daya
keabadian untuk menyimpan yang telah hilang. Mencatat yang tidak bisa lagi
disaksikan. Ambillah contoh pada pameran foto yang akan digelar Sabtu, 2
februari 2019 ini kita akan menemukan foto-foto yang mengabadikan Tugu Kota Baru sebelum direnovasi seperti
sekarang ini. (sekarang: Tugu Siginjai). Selain itu ada sejumlah foto yang
mungkin harus kembali kita reka-reka keberadaanya.
Tentu saja
dengan adanya pameran foto koleksi ini akan menjadi tempat bagi masyarakat
untuk kembali bernostalgia dengan sejumlah objek yang pernah ada di kota Jambi.
Pameran ini direncakan akan dibuka selama bulan Februari tanpa dipungut biaya.
Karena itu kehadiran masyaraka Jambi secara umum sangat diharapakan oleh Ajir
selaku panitia, dan lembaga pendidikan secara khusus. “Karena sekolah sebenarnya dapat memanfaatkan pameran ini
sebagai tempat rekreasi dan edukasi.” Tutur Aji penuh harap. Semoga terwujud(IBP)
sangat menginspirasi
BalasHapus