OPINI


KUCING, KARIKATUR DALAM IMAJI RUPA EDI DARMA
oleh Ide Bagus Putra


Pesona kucing memang sering menjadi pemicu para kreator untuk berkarya, sebut saja diantaranya Sutardji Calzoem Bachri dengan sajaknya, Popo Iskandar dengan kucing-kucing garisnya. Dalam sejumlah karya para kreator ini, kehadiran kucing tidak hanya sekedar mengeong, terkadang muncul begitu ekpresi dengan garis-garis tegas serupa cakar, atau meliuk-liuk sangat lentur, atau minimalis dengan garis-garis serupa belang dengan perhitungan komposisi yang sangat simbolis. Pada posisi ini kita sering dingatkan dengan “kucing-kucing” Popo Iskandar.Tentu saja kucing ditangan para perupa ini tidak hanya sekedar potret, ia menjadi sebuah simbol atau dapat dicurigai sebagai sebuah ideologi. Lantas bagaimana dengan kucing-kucing Edi Darma?

Berbilang beberapa hari ini sejumlah karya Edi Darma dan Ramadi didisplay begitu “sesak” di Tempoa Art Gallery (3/3). Pameran perupa yang bertajuk “Duet Maut”   ini dapat dikatakan sebuah upaya untuk kembali mereka ulang  kegigihan seorang Edi Darma untuk berseteguh mengeluti rupa-rupa “lentur” yang ia tekuni yaitu karikatur.


Tulisan ini mencoba fokus pada sosok Edi Darma yang terbilang gigih dalam berkarya, dan tidak bermaksud memincingkan mata pada sejumlah karya rekannya dalam pameran kali ini. Kalau hendak jujur sebenarnya menyandingkan Edi darma dengan Ramadi dalam satu pameran terkesan dipaksakan dan terkesan tak lebihsebuah upaya silaturahim. Dan pada akhirnya pameran ini menjadi “kabur” susah ditebak substansi yang ingin digapai. Secara estetik dua perupa dalam pameran ini seperti sepasang pengantin dengan dua busana adat yang berbeda. Meminjam istilah kekinian karena “terciduk” maka harus bersanding.


Terlepas dari keunikan penyelengaraan pameran yang terkesan berdesakan dan “meriah” ini, kehadiran sejumlah karya Edi Darma (ED) yang lebih banyak berupa karikatur, menjadi semacam jurnal perjalanan ED merespon setiap tanggalan situasi yang viral dalam kehidupan masyarakat. Dalam sejumlah karyanya menunjukkan sikap kritis terhadap persolan dengan secara langsung menghadirkan  tokoh-tokoh yang secara goresan mengelitik untuk ditertawakan. Sebenarnya persoalan yang diangkat ED merupakan hal-hal yang serius untuk disikapi, namun dalam lamunan ED, menjadi sebuah ruang kegelian yang pantas untuk ditertawakan. Secara verbal  ED terkadang  “mem-bully” para tokoh yang dihadirkanya sebagai sikap perlawana terhadap situasi yang sedang menelingkung kehidupannya.


Di antara karya karikatur yang merupan penyikapan kritis ED terhadap persoalan kehidupan, ada “kucing-kucing” yang amat disayangkan tidak ter-display dengan tepat, atau terseret untuk hadir. Kucing-kucing ini menjadi “pribadi” yang pantas untuk dilirik sebagai sebuah sikap bagai mana sosok ED memandang kehidupan. Tentu saja pembahasan ini dimulai dengan semangat menempatkan karya sebagai sebuah “lahan tafsir”.

Mengamati kucing dalam rupa ED menjadi sangat menarik untuk didedahkan. Pertama ED memang termasuk sosok perupa muda di Jambi yang memiliki visi dalam berkarya. Dalam pencapaian artistik ED terbiasa untuk tampil kritis mendedahkan persoalan-persoalan yang ada di sekitar kehidupannya dalam wujud “lentur”. Wujud lentur yang penulis maksud adalah penyikapan ED terhadap persoalan yang sedang “mengada” menjadi bahasa visual yang secara imaji dapat diterima secara universal. Dalam beberapa kali perjumpaan terhadap karyanya dalam beberapa event ED menunjukkan sikap tegas terhadap tema-tema yang disodorkan dengan pengalian cerdas terhadap isu lingkungan. Misalnya bagaimana ia merespon sosok Suku Anak Dalam dalam bungkus visual yang terdesak oleh perkembangan modernitas.

ED sebagai sosok manusia terkadang tak lepas dari dua sisi yang ia hadapi,  terkadang ia berada sebagai kartunis yang menghadapi persoalan kehidupan sebagai sesuatu yang ganjil yang kemudian ia sikapi dengan cara lucu untuk disimpulkan.


sebagai seniman jelas Edi, terkadang memiliki letupan diluar batas sebagai seorang kartunis, ia memiliki desakan estetik untuk serius berkarya di atas kanvas sebagai desakan seorang seniman yang konvensional. Maka pada saat tertentu kita dapat melihat letupan ED untuk kembali rujuk pada kanvas. Bergelut lagi pada kuas dan cat minyak. Pada saat inilah ED menjadi sosok untuk menarik untuk dilirik, kejutan lentur pada objek-objek yang ia dedahkan akan menjadi dialog kritis yang jahil sehingga menjadi konten cerdas yang mengelitik. Lihatlah bagaimana ED mendedahkan persoalan masyarakat yang disebut “KUBU” serupa komik dengan komposisi lepas dengan catatan kecil sebagai ceritan jeritan. Ketika ia seperti tidak begitu yakin rupa akan menjadi bahasa yang komunikatif untuk berpesan. Maka ED mengoreskan kata, bahasa prustasi seorang perupa. Atas persoalan yang tak bisa lagi disebunyikan. Maka verbalitas menjadi komposisi yang dihadirkan sebagai sebuah penawaran.

Sebenarnya akan lebih menjadi menarik ketika pada pameran yang di sajikan Tempoa Art Gallery menjadi “ruang” Edi Darma. Sejumlah karya yang ditampilkan akan dapat lebih terseleksi sebagai sebuah ruang dialog membaca biografi sekaligus membaca ED membaca persoalan yang melingkari hidupnya. Sehingga pilosofi lentur Edi Darma lebih dapat terbaca. Karena mungkin tidak disadari Edi bahwa sejumlah karya telah menjadi semacam kucing, yang bersembunyi, yang mengeong, dan mengintai diam-diam. Sebagai pilosofi ED serupa kucing yang menyimpan belang, yang bersembunyi di gelap malam. Sekali-kali matanya mengkilat terkena bias senter yang kita nyalakan. (IBP)





FILM SEBAGAI MEDIA AJAR
Oleh  Ide Bagus Putra*

Film telah menyelusup jauh dalam ranah kehidupan anak-anak kita. tidak hanya dikonsumsi, mereka juga dapat menghasilkan ‘film’ dalam bentuk yang instand. Fasilitas untuk memproduksi film tersebut dapat mereka akses dengan mudah. Baik melalui ponsel, comcorder, kamera digital, atau benda-benda sejenis lainnya. Hasilnya mencengangkan, kasus rekaman kekerasa dan penyimpangan seksual berkali-kali terungkap di media nasional, dan pelakunya adalah pelajar.

Lebih jauh dari itu film dapat  membentuk atau merubah tatanan kehidupan, bahkan ideologi. Pembaca tentu mencermati begitu besar pengaruh tokoh dalam film dapat mengubah prilaku seorang anak manusia. Diantaranya cara berbusana dan berbahasa. Amatilah realitas film atau sinetron populer dalam gaya kehidupan remaja kita di sekolah maupun di keseharian.

Berkeluh kesah terhadap persoalan ini dan salin tuduh bukanlah menyelesaikan masalah. Melarang siswa menggunakan ponsel di sekolah juga bukanlah solusi. Karena mereka tetaplah dapat menggunakan di luar pengawasan. Melarang mereka terkadang menambah prilaku yang lebih beringas. Lantas apa yang dapat dilakukan untuk menyikapi persoalan ini? Salah satunya menyiasati film sebagai alternatif media pengajaran.

Di banyak negara film dan televisi telah disadari betul sebagai salah satu media pendidikan massa. Di Inggris fim digunakan sebagai media pengajaran estetis, yang bertujuan mengembangkan imajinasi, emosi dan kreatifitas anak. Sementara itu di Belanda, Denmark, Swedia dan beberapa sekolah di Itali film dan video dimaksudkan terutama untuk memajukan keterampilan komunikatif. Pada  akhirnya tidak ada perbedaan besar antara pendekatan komunikatif dan estetis. Keduanya dapat dipakai bersamaan dalam satu pengajaran.

Dalam proses penciptaan variasi pembelajaran, film sebagai media ajar dimanfaatkan sebagai berikut:
1.      Teks alternatif.

Ketergantungan terhadap buku teks sebagai sumber belajar masih begitu besar, membosankan dan tidak variatif. Cobalah pengajar sedikit melakukan improvisasi dengan sekali-kalmenggunakan tontonan, misalnya film sebagai media pembelajaran.

Dari persoalan-persoalan yang diangkat dalam film pengajar dapat mengkaitkan dengan materi pemelajaran. Film juga dapat disikapi lebih kreatif sebagai materi diskusi untuk melatih keterampilan analisa dan berbicara.

Dalam kegiatan apresiasi dapat dijadikan pengasahketajaman intuisi untuk menemukan nilai-nilai yang terdapat di dalamnya. Selain itu dapat juga digunakan sebagai pemaparan konsep-konsep atau leteratur.  Misalnya konsep pengambilan gambar atau frame dalam satu take, kita dapat menggunakan film-film yang sudah ada sebagai pembanding.

Selain fungsi-fungsi di atas, film juga dapat dijadikan guru yang dapat menjadi model berprilaku. Amatilah bagaimana figur tokoh dapat meresap menjadi karakter seorang anak manusia. Dalam posisi ini pengajar dituntut menjadi pengarah yang bijak dalam memberikan tontonan. Berikanlah tontonan yang mencerdaskan. Misalnya Laskar Pelangi, Sanias, King, 3 Idiot, Ekskul dan lain sebagainya. Semangat tokoh-tokohnya dapat diejawantahkan.

2.      Sebagai ruang kreatif.
Sebagai ruang kreatif penugasan penugasan dalam bentuk membuat film merupakan hal yang menyenangkan. Munculkan pemahaman film bukanlah persoalan yang rumit. Sebagai motivasi, pengajar dapat mengatakan bahwa durasi 5 sampai 15 menit, mengangkat persoalan hidup dengan media gambar bergerak yang terekam dalam ponsel atau comcorder/handycam dapat disebut film.

Ajaklah siswa menyikapi tema lebih kreatif. Angkatlah persoalan-persoalan yang ada dilingkungan atau persoalan mereka sendiri. Dekatkan mereka lebih peka lingkungan dan mengolahnya menjadi skenario ringan. Proses ini dapat dilakukan dengan memaksimalkan dan memperkaya materi drama dalam pemelajaran Bahasa Indonesia.

Jangan dipusingkan dengan alat pengambilan gambar. Kemampuan siswa mewnggunakan teknologi seperti comcorder, ponsel, dan benda sejenisnya tidak perlu diragukan lagi. Kemampuan mereka terkadang melampaui kompetensi pengajarnya. Mereka lebih unggul, tetapi tetap diingatkan pengajar jangan sampai ketinggalan. Penguasaan teknologi tak mungkin terhindari dalam pembelajaran modern dan kinilah saatnya.

Dengan peralatan tersebut pengajar mengarahkan siswa memanfaatkan sebagai alat perekam untuk menghasilkan frame-frame yang akan dirangkai menjadi bahasa film. Bimbingan ini dapat dipelajari melalui tutorial yang biasanya disertakan dalam kemasan pembelian comcorder. Atau melalui internet atau belajar dari mencermati frem-frem dalam film. Dalam kata lain membuat film dari film.

Setelah melalui proses perekaman. Film dapat diwujudkan dalam bentuk kongkrit dengan melibatkan pengajar komputer dalam proses pengeditan. Dalam bentuk yang sederhana siswa kita banyak yang telah menguasai hal ini. Dengan memanfaatkan program movie maker walaupun hasilnya tidak begitu memuaskan.

Tentunya untuk menghasilkan karya yang lebih baik membutuhkan proses. Pengajar dapat melakukannya dengan terus mencoba. Evaluasi tanpa henti dan terus menerus membuat tanpa mengenal lelah.

Film yang sudah berhasil dibuat harus dirayakan. Perayaannya dapat dilakukan dengan memutar filmnya ddhadapan siswa yang lain. Lakukan evaluasi dan jangan lupa memberikan pujian. Cara lain yang membuat mereka lebih dihargai adalah merayakan dengan penayangan dalam suatu kegiatan bersama di sekolah.

Kebanggaan lain selain dirayakan, film dapat dijadikan  dokumen atau leteratur tontonan dalam kegiatan pengajaran selanjutnya. memanfaatkan  film warisan ini sebagai leteratur tontonan dapat juga media silaturahmi tak terputus antar generasi/angkatan di sekolah tersebut.

Akhirnya kegiatan menonton sebagai kegiatan apresiasi dan membuat film sebagai proses eksplorasi menjadi saling terkait. Efek dari kegiatan pembelajaran ini mencuatkan beragam keterampilan. Diantaranya kompetensi berkomunikasi, teknologi, mengorganisir, peka lingkungan estetes, dan tentu saja rasa percaya diri. Metode ini menarik minat siswa. Penulis sudah melakukannya sekarang giliran Anda.

*Ide Bagus Putra. Mengajar Bahasa Indonesia di SMP Attaufiq Jambi.menekuni film, refortase, dan musikalisasi sebagai media ajar. 4 kali tampil ditingkat nasional bersama teater Q binaannya. 





MUSIKALISASI PUISI: Sastra Gaul
Oleh Ide Bagus Putra*



Musik dalam kehidupan pelajar kita
Tak ada yang tak mengandung unsur musik dalam seluruh sisi kehidupan remaja atau pelajar kita. musik seolah menjadi salah satu menu wajib yang terus terhidang. Segalanya serba musik, ponsel berisi sesak koleksi lagu, MBS pasti terselip diatara tumpukan buku, kamar ditempeli poster-poster tokoh idola, bahkan gaya sekaligus aksi mereka nyaris serupa dan seragam dengan musisi yang sedang menjadi sanjungan. Musik memang bulat milik mereka. Remaja mana yang tak hapal dengan lagu trend terbaru. Lirik dan nadanya tak mereka lupa. Begitu mudah mereka menyerap banyak lirik walau aneh meskipun panjang.

Bagi sebagian musisi, musik disadari betul sebagai media penyampai gagasan, alat kritik, bahkan dakwah. Musik tak sekedar ekspresi dan estetika. Musik bahkan telah menjadi sebuah ideologi atau isme yang mempengaruhi tata laku kehidupan manusia. Cobalah ingat kembali  Maikel Jackson dengan lirik dan klipnya yang dapat menggugah perasaan. Iwan Fals dengan kritik sosial atau Slank dengan lagu slegean yang mengkritik koruptor dan biang perusak lingkungan. Atau Opick dan Roma Irama yang menyampaikan nasehat renungan batin. Memang tidak serta merta musik mereka merubah keadaan, tetapi setidaknya ada yang tersentuh atau menjadikan renungan.

Begitu besar kekuatan musik sebagai alat penyampai pesan, sehingga disadari betul dalam dunia kanak-kanak sebagai media ajaran. Begitu kekal lagu Pelangi-pelangi, atau Bintang Kecil mengajarkan ciptaan keagungan Tuhan. Bahkan sampai kini lagu-lagu tersebut masih hidup. Keabadian dan potensi besar lagu sebagai alat ajar begitu ampuh sebagai alat pengingat. Pasti Anda tidak lupa bagai mana guru mengajarkan hapalan kali-kalian, alif-ba-ta, dan banyak lagi kemampuan dasar yang diajarkan lewat lagu dan nyanyian. Lewat lagulah semuanya menyerap.

Tapi sayang potensi besar ini latas tercerabut begitu saja dalam dunia pendidikan lepas TK. Segala macam ajaran disampaikan lewat teks yang kaku dan metode yang beku. Dunia nyanyian dianggap sudah lewat. Lagu-lagu sudah berlalu. Lebih sadisnya pelajaran seni musik pun menjadi teks, dan alat ukur kompetensi atau evaluasinya  menggunakan pilihan ganda. Penyakit kronis yang menahun. “Dunia ajar yang parah”.

Tulisan ini tidak bermaksud mengajak kita semua memusikkan seluruh disiplin ilmu. Mengajak bernyanyi-nyanyi di dalam kelas, atau berbicara menggunakan lagu. TIDAK. Penulis hanya mengajak kita memaksimalkan potensi musik sebagai sarana mendekatkan sastra dalam pengajaran kita. pertanyaannya: ada apa dengan sastra kita?



Sastra nol
Sastrawan yang tak berkesudahan dengan keluhan sastra nol buku menjadi pijakan yang harus menjadi renungan kita. keprihatinan Taufiq Ismail sepertinya mematul-mantul saja dalam lembah ketidak pedulian sistem pendidikan. pembelajaran satra kita rabun membaca cacat menulis. Penyakit ini dari tahun-ketahun terbiar-biar begitu saja.


Untuk tidak ikut larut dalam permasalahan ini perlu dilakukan upaya-upaya kreatif pembebasan, terutama dalam menciptakan variasi pengajaran sastra. Pada kali ini yang coba didedahkan adalah bagaimana memaksimalkan potensi musik dalam pengajaran sajak. Karena pada dasarnya musik juga meminjam kekuatan media sastra dalam berkomunikasi, media tersebut adalah lirik. Tidak bisa diingkari lirik terkadang adalah sajak. Lewat sajak sebuah lagu lebih komunikatif.

Musik sebagai unsur sastra
Beberapa para ahli berpendapat bahwa tanpa diberi musik, sajak sudah memiliki unsur musikal. Di dalamnya terdapat rima dan persajakan yang sebenarnya adalah musik itu sendiri. Setuju dan tidak bermaksud mengabaikan pendapat di atas. Pemberian unsur musik pada sajak dimaksudkan adalah mengupayakan mempertegas unsur musik yang terdapat pada sajak dengan menggunakan seperangkat instrumen. Upaya ini dilakukan dengan tujuan memberikan ruang terbuka dalam memberikan apresiasi terhadap sajak yang digarap. Akhirnya pencapaian yang diinginkan adalah permaknaan.

Lewat musik diharapkan permaknaan yang disimpan dalam puisi dapat digali melalui intuisi kecerdasan musikal yang dimiliki peserta didik. Melalui musik sajak tidak ditelan sebagai teks yang kaku. Tetapi sebuah tanah liat yang dapat dibentuk menjadi ekspresi lain tanpa meninggalkan hakekatnya sebagai tanah. Dengan bergulat dalam proses pencarian diharapkan peserta didik menemukan keasikan tenggelam dalam sastra. Keasikan inilah yang diharapkan sehingga menjadi candu, dan mereka sakau bila berjauhan dengan sajak.

Karena pada prosesnya peserta didik bersentuhan dengan musik, perlu rambu-rambu yang harus dipatuhi untuk menghidari keseragaman bentuk antara lagu dan sajak musikal. ketegasan ini diperlukan untuk menghidari kelatahan yang mungkin dapat terjadi, misalnya mengulang larik pada bait tak ubahnya sebagai reff. Hal ini harus dihindari karena kata dalam sajak sangat diperhitungkan kehadirannya. Sajak tetaplah harus utuh sebagai karya cipta penyair. Wilayah pembaca atau kreator kreatif adalah apresasi atau tapsiran.

Membuat musikalisasi puisi
Sajak yang dipertegas dengan unsur instrumen musik lebih dikenal dengan musikalisasi puisi. Istilah ini dipopulerkan oleh Pusat Bahasa Jakarta melalui lomba musikalisasi puisi tingkat nasional. Permaknaan musikalisasi puisi mengacu kepada arti kata yang merujuk pada Kamus Besar Bahasa Indonesia.

Fredi Asri yang dikenal sebagai salah satu tokoh musikalisasi puisi berpendapat, ada beberapa tahapan yang harus dilalui dalam pengarapan musikalisasi puisi. Tahapan tersebut adalah: (1) Menginterprestasi sajak atau menemukan tapsir permaknaan yang tepat. (2) Menghadirkan unsur musik yang sesuai dengan permaknaan atau tafsir. (3) Memadukan unsur musik sehingga tidak saling menghancurkan, dan (4) memperhitungkan unsur tampilan pemanggungan.

Dalam penggarapan musikalisasi puisi penggarap dapat menggunakan beragam alat musik dan aliran dengan catatan sesuai dengan tuntutan sajak. Musik diharapkan mendukung permaknaan bukan justru menghacurkannya sebagai karya sastra.

Mempopuler Musikalisasi puisi
Sebagai alternatif pengajaran sastra musikalisasi puisi diharapkan dapat mendekatkan siswa pada karya sastra lewat musik sebagai media. Tidak tertutup kemungkinan musikalisasi puisi kelak sebagai gendre baru dalam jenis musik atau alternatif tontonan cerdas. Karena itu seriuslah dalam mencipta musikalisasi puisi.

*Ide Bagus Putra. Mengajar Bahasa Indonesia di salah satu sekolah swasta di Jambi. Menggeluti film, reportase,  musikalisasi puisi dan mencoba menggali alternatif   media ajar sastra lainnya di BONGKAR KELAS PRODUCTION. HP. 081366011293.
 





PREMIER FILM “TRIP N VLOG #PULANG KAMPUNG” 

GAGASAN DARI BAWAH
Jambi-Sabtu, 24 Februari 2018, merupakan momentum yang spesial bagi sejumlah pelaku seni di Jambi. Tepat pada tanggal ini akan dilaksanakan premier film “Trip n Vlog #pulangkampung (TnV)” di bioskop cinema XXI WTC. Pemilihan tanggal memang direncanakan oleh penyelenggara yang terdiri dari sejumlah kalangan ini untuk menjadi “sumbu kecil” untuk sebuah “ledakan besar” pada tanggal 1 Maret yang merupakan peluncuran film TnV secara serentak di sejumlah kota di Indonesia.
Pada JambiOne, Wahyu Hidayat selaku motor penggerak pelaksanaan premier menjelaskan bahwa kegiatan premier di cinema XXI sebenarnya adalah rangkaian akhir kegiatan promosi film TnV, karena sebelumnya mereka telah  melakasanakan choaching clinic sekaligus promo di sejumlah sekolah yang ada di kota Jambi maupun di kabupaten Batanghari dan Muaro Jambi. Rangkaian kegiatan di sejumlah sekolah ini tergolong unik, selain melakukan promosi, tim kreatif  bersama sejumlah narasumber (aktor TNV) berbagi pengalaman dan tips untuk memproduksi film dan 24 Februari adalah puncak perjalanan promosi kita yang melelahkan kata Wahyu disela persiapan premier di studio pribadi miliknya.
Ada hal yang menarik dari rangkaian premir film  TnV di Jambi,  menurut Risdi A Sulaiman belum ada premier yang digagas oleh pelaku di luar produksi. Selama ini premier selalu digagas oleh pihak film, namun kali ini berbeda, sejumlah kalangan bersatu padu untuk membuat premier. Sepertinya masyarakat Jambi merasa betul memiliki film ini. Ini luar biasa menurut Risdi selaku produser setelah dikonfirmasi melalui telepon. Dikonfirmasi juga pada salah satu pihak penyelenggara, Beddi menyatakan bahwa benar biaya penyelenggaraan premier ini ditanggung oleh para apresiator yang ada di Jambi. lebih lanjut Beddi menjelaskan bahwa gagasan premier ini bermula dari keinginan nonton bersama, maka tercetuslah gagasan 24 Maret, panitia mencetak undangan dalam bentuk stiker untuk menghimpun dana guna  menyewa 1 bioskop. Gagasan ini direspon oleh sejumlah apresiator termasuk tokoh masyarakat, maka terwujudlah premier ini.
Di tempat lain, ketika JambiOne menayakan secara langsung pada salah satu tokoh pelaku teater sekaligus aktor TnV Didi Hariadi, membenarkan bahwa gagasan premier  ini dicetuskan oleh sejumlah pelaku seni di kota Jambi dan mendapat respon sejumlah tokoh karena berkeinginan untuk memberikan nilai lebih terhadap film yang 90% dilakoni anak Jambi ini. Selanjutnya ia menegaskan bahwa TnV harus dibantu promosinya karena telah mengangkat Jambi ke ranah nasional. Sepertinya anak-anak Jambi tidak bisa berpangku tangan dan tergantung pada pihak lain, birokrasinya rumit kata dia, maka muncullah gagasan premier ini. 
Sejumlah tokoh berencana ikut menghadiri dan mendukungan premier film TnV adalah Uteng, Hasan Basri Agus, dan Sultan Adil Mahendra. Uteng yang merupakan anggota DPD RI menyatakan bahwa dukungan yang ia berikan semata-mata untuk menghargai karya anak-anak Jambi yang telah memperkenalkan Jambi lewat film. Ini perlu dukungan dan suport. Sedangkan Hasan Basri Agus (HBA) memberikan bantuan dengan tujuan memberikan apresiasi kepada remaja Jambi yang telah bisa menghasilkan film, sedangkan Sultan Adil Mahendra memberikan dukungan terhadap premier ini dengan harapan pelaku seni Jambi tetap bersemangat dalam memproduksi film, dan ia berharap kelak dapat ikut terlibat dalam garapan Jambi. “Karya anak Jambi 100%”, kata Sultan.
Sejumlah harapan tercetus pada film Trip n Vlog #pulangkampung, semoga apa yang diharapkan dapat terwujud. Film TnV dapat booming, menjadi wacana nasional yang dapat menunjukkan bahwa putra Jambi dapat berbicara dengan karya ditingkat nasional. Mari nonton, sukses film Jambi. (IBP)




FILM JAMBI “TRIP N VLOG” TEMPAT BELAJAR
 oleh Ide Bagus Putra


Jambi- Wahyu Hidayat (Astrada) sosok berpenampilan sederhana ini merupakan tokoh penting dalam garapan film Trip n Vlog #pulangkampung. Walaupun berada di belakang layar ia merupakan tokoh sentral yang ikut membidani skenario yang dicetuskan oleh Risdi A Sulaiman. Tidak hanya ikut terlibat dalam proses penggarapan skenario ia juga ikut dalam proses casting atau menggali talenta yang dimiliki oleh pelaku-pelaku seni di kota Jambi. Dengan setia ia menemani Ide Bagus Putra  hunting pemain, serta merekam calon-calon pemain untuk proses seleksi lebih lanjut yang dilakukan rumah produksi Qasthalani Citra Film di Jakarta.

Keberadaannya secara menyeluruh dalam film TnV dengan alasan ingin belajar banyak pada ahlinya. “Mumpung gratis, kenapa aku tidak belajar.” jawab dia santai saat ditanya. Bagi Wahyu keterlibatannya dalam penggarapan TnV dari praproduksi hingga pascaproduksi merupakan kesempatan mahal, ia dapat memperdalam bidang senematografi yang memang sejak lama ditekuni. Sebelumnya ia memang dikenal sebagai fotografer, sejumlah karyanya tergantung indah dan tertata rapi di studio pribadi “Pepakura” yang berada di daerah The Hok kota Jambi.

Tidak hanya meminati fotografi Wahyu Hidayat juga melakoni beragam seni, sejumlah karyanya dalam bentuk sketsa, komik, patung kertas, dan sajak. Ini menegaskan bahwa ia sangat bersungguh-sungguh dalam berkesenian. Selain itu ia pernah bergabung dengan kelompok musikalisasi puisi teater Q sebagai pemain perkusi dan aktor. Sekarang ia menjabat sebagai sekretaris di Anjungan Puisi Jambi dan bekerja di salah satu radio swasta yang ada di kota Jambi.

Menurut Wahyu dengan latar belakang berkesenian sebelumnya dan kesempatan tergabung dalam penggarapan film Trip n Vlog merupakan sebuah kampus tempat ia belajar tentang sinematografi. Ia sangat berharap film Jambi dapat berbicara di tingkat nasional. Selain itu ia juga menegaskan jangan cengeng dalam berkesenian, baginya Trip n Vlog sudah menjadi contoh berkesenian dengan tidak cengeng, “Ini bukan sekedar film, ini sebuah sikap, ini sebuah ideologi bagaimana kita berkesenian dengan benar.” Jadi jangan cari namaku, karena aku ada bukan untuk sebuah nama, tuturnya lembut menutup pembicaraan sore di salah satu sudut Tempoa.




“MENGAJI PUISI” HENDRY NURSAL:
Dibalik Kisah Setengah Gelas Kopi
oleh Ide Bagus Putra
Aku ingin bertasbih
Walaupun sejadah-Mu ku tabor lotre

Aku ingin bermunajat
Walaupun seruan-Mu ku senyapkan

Serbuk kulit yang terkikis, ku tadah
Doa lirih

(Sajak Dentang, Hendry Nursal)

Demikianlah sepenggal sajak Hendry Nursal yang secara utuh  akan tersaji pada malam ‘MeNGAJI PUISI” Dibalik Kisah Setengah Gelas Kopi (2/2) di panggung Tempoa Art Gallery yang dirangkai menjadi satu dengan dengan pembukaan Pameran Foto Koleksi 5AW dan Fotografer Jakarta. Hendry akan menyajikan 20 sajak yang ditulisnya dari tahun 2009 s.d 2018. Sajak-sajak yang ditampilkan mengangkat renungan personal yang disajikan dalam kesederhanaan bahkan terkesan lugu.

Hendry mengawali debutnya sebagai pelaku seni sejak tahun 1999 dengan bergabung bersama Teater Tiang Tuo sanggar yang ada di sekolahnya. Beberapa pertunjukan produksi sanggarnya ia terlibat secara penuh, diantaran Khotbah (WS Rendra/garapan Ide Bagus Putra), Robohnya Surau Kami (AA.Navis/garapan Ide Bagus Putra), dan teater mini kata Dolanan (garapan Ide Bagus Putra). Tidak lebih kemudian, tepatnya tahun 2000 kegiatan berolah lakon dilanjutkan Hendry ke Teater Tonggak asuhan Didin Siroz hingga kini.

Melalui dunia panggung Hendry berkenalan dengan sastra secara tidak langsung, kedekatan dengan sejumlah penyair Jambi membuat ia tertarik untuk melirik puisi sebagai ungkapan estetik. Maka bermula dari sejumlah panggung lomba baca puisi Hendry menjajal kemampuannya untuk menulis puisi dan sekaligus menjadi deklamator. Sebagi deklamator Hendry pernah dipercaya sebagai pemengang tropi Ari Setya Ardhi (ASA) Award (2006).

Kini dunia panggung puisi lebih banyak menjadi penggembara sunyi bagi Hendry. Kehadirannya di panggung puisi Tempoa Art Gallery adalah semacam kerinduan untuk kembali mengaum disela kesibukannya sebagai seorang jurnalis. Dan tentu saja kita berharap Hendry tidak kehilangan pukau. Mengaumlah panggung puisi Jambi. (IBP)



“DASAWARSA” MUSIK INDIE BERNAPAS ETNIK
oleh Ide Bagus Putra


Tempoa Art Gallery- Jambi (9/2)menggelar musik indie “Dasawarsa” bertajuk “Dosa Senin dan Dosa Selasa.”

Bermula dari persahabatan sejak SMA, Putra dan Hendra membangun “Dasawarsa” kelompok musik indie dengan napas musikalisasi puisi. Sebelumnya mereka sempat berkecimpung di musik heave metal, hip rock, dan beberapa musik alternatif lainnya.

Dibangun dengan format minimalis, Putra vokal dan gitar, sementara Hendra pada perkusi, tidak mengurangi kekuatan mereka berekpremen untuk menemukan nada-nada batin untuk kebutuhan syair-syair yang mereka susun.

Olah batin itu diantaranya adalah “Dosa Senin” dan “Dosa Selasa” catatan kecil Putra tentang perjalanan hidup. Tentang komposisi garapannya, Putra dalam percakapan ringan setelah pementasan menyatakan ia dua komposisi musik yang ia tampilkan direncanakan akan dilengkapi dengan komposisi hari dalam satu minggu. Tentu saja dengan olahan etnik seperti dua lagu yang telah ia tampilkan.

Putra dan Hendra memang mengaku bukan sosok yang mempelajari musik secara akademik, mereka belajar musik secara otodidak dan sedikit bekal dari ilmu pembelajaran kesenian. Putra kini masih tercatat sebagai mahasiswa Universitas Batanghari dalam masa penyelesaian tugas akhir. Sementara Hendra penah tercatat sebagai siswa SMAN 6 Kota Jambi.

Tentang penampilan “Dasawarsa” Ajir Leo salah satu panitia menyatakan bahwa kehadiran “Dasawarsa” pada Sabtu, 9 Februari kemarin dilandasi dari penampilan Putra sebelumnya dalam beberapa program TAG. “Putra dengan kemampuan musik ekpresifnya mampu membius penonton yang ada di Tempoa.” karena itu lanjutnya “TAG memberi panggung secara khusus kepada Putra dengan komunitasnya, maka tercetuslah gagasan menampilkan Dasawarsa.”

Sementara itu Wahyu salah satu penonton Dasawarsa mengaku mengenal kiprah Putra dengan “Dasawarsa” melalui layanan akun, setelah menyaksikan penampilan “Dasawarsa” dia menyatakan puas dengan apa yang disajikan Putra dan sahabatnya Hendra. “Tampilan yang ekspresif dengan sentuhan yang berbeda dengan penyanyi aslinya, selain itu penawaran dosa Senin dan dosa Selasa memberikan pengalaman batin yang dalam bermusik, ada unsur musikalisasi puisi yang menonjol, sangat menyentuh tema yang ditawarkan.”

Pernyataan puas juga dikemukakan Rachmadi, ia menyatakan sempat curiga dengan yang dimaksud “dosa senin dan dosa Selasa”  setelah menyaksikan penampilan Dasawarsa, semuanya terjawab. Ternyata ada penawaran yang unik dalam berolah rasa musik, dan itulah yang menjadi kekuatan dan gaya Dasawarsa. Ia menyatakan puas dan siap untuk menjadi rekanan Dawarsa dalam membangun keseriusan bermusik.”

Jambi tentu saja berharap dengan tampilnya “Dasawarsa”  di panggung TAG dapat memberikan semangat untuk anak muda Jambi dalam berkarya, terutama pada penggila musik, Sukses untuk Dasawarsa. (IBP)






PENYAIR RIAU DHENI KURNIA PERSEMBAHKAN
“BUNATIN” KUMPULAN PUISI TERBAIK HARI PUISI INDONESIA
BAGI PENCINTA SASTRA JAMBI
oleh Ide Bagus Putra

(Dheni Kurnia Penyair Riau)
Wanita Penyair Indonesia (16/2) berkerja sama dengan Komunitas Pintu, dan sejumlah komunitas akan mengelar Dialog Sastra bersama Dheni Kurnia salah satu penyair dari Riau yang baru-baru ini mendapat Anugrah Buku Puisi terbaik dari panitia Hari Puisi Indonesia 2018. Kegiatan yang akan di gelar di panggung Tempoa Art Galerry ini direncanakan akan menghadirkan sejumlah pelaku sastra di Jambi untuk ikut membacakan puisi karya-karya Dheni Kurnia. Diantara penyair atau deklamator yang telah menyatakan bersedian untuk naik panggung bersama Dheni Kurnia diantaranya adalah Titas Suwanda, Wenddy, Ramayani, Ide Bagus Putra dan seorang penyair senior Dima Agus Felaz (Jambi) dan penyair Taufik Ikram Jamil.

Kehadiran Dheni Kurnia tak lepas dari peranan Ramayani selaku Ketua Wanita Penulis Indonesia (WPI) cabang Jambi. Selaku pencinta sastra Ramayani melihat kekuatan karya Denny Kurnia sebagai referensi yang patut dibaca dan diperkenalkan kepada pencinta sastra di Jambi, terutama pada para penulis muda. Apalagi katanya “Dheni Kurnia adalah penerima anugrah sastra yang digelar oleh panitia Hari Sastra Indonesia. Ini buku bagus katanya.” Karena itu selain akan digelar dialog di Tempoa Art Gallery, acara ini akan juga dilanjutkan di TVRI, dan radio EB.

Tentu saja kehadiran Denny Kurnia ke Kota Tanah Pilih ini memberi angin segar untuk para penggiat sastra dan pencinta sastra di Jambi, diantaranya adalah Meria Purnama salah satu guru bahasa Indonesia pencinta sastra ini menyatakan “bahwa kehadiran Dheni akan memberi referensi baru baginya untuk mengenal penyair Indonesia secara langsung. Apalagi penyair yang akan hadir ini adalah penerima anugrah sastra atas buku yang telah dia tulis.” Lebih lanjut kalau tidak ada halangan Meiria akan hadir dengan sejumlah siswa binaannya.

Pernyataan yang sama juga dikemukakan oleh Afriansyah Putra, “Kehadiran Dheni memberikan semacam “obor” untuk saya mengenal lebih jauh dunia puisi. “ katanya disela persiapan untuk membantu salah satu deklamator Jambi membawakan sajak-sajak Dheni di atas panggung. Lebih lanjut Putra mengatakan bahwa setelah membaca sajak-sajak Dheni lewat dunia maya, ia merasakan kekuatan diksi-diksi tradisional yang diramu sedemikian rupa sehingga menjadi wajah baru dalam bentuk sajak modern. “Sajak yang memikat, saya mencoba mentranspormasi dalam bentuk tampilan musik. Bagimana bentuknya, saksikan saja tanggal 16 Pebruari yang akan datang.” Katanya santai sambil mengekplorasi senar gitar yang tidak dimainkan secara konfensional.

Dilain tempat Wenddy salah satu pendiri Teater Abdul Muluk Ribound turut menyatakan ketertarikannya kepada sajak-sajak Dheni Kurnia, “Saya menyambut baik atas kesediaan Dheni Kurnia untuk hadir di Jambi, ini merupakan stimulus yang akan memperkaya referensi pencinta sastra di Jambi. Dan suatu kehormatan saya telah diundang oleh panitia untuk dapat membacakan sajak-sajak Dheni bersama penyairnya langsung.” Ujar Wenddy dalam percakapan ringan di panas terik kota Jambi melalui gawai.

Tentu saja kita berharap pembaca sastra Jambi merespon baik kehadiran Dheni Kurnia, setidaknya ini menjadi moment kembali menggeliatkan sastra Jambi yang terkesan sunyi setelah berturut-turut dirundung duka atas berpulangnya Ari Setia Ardhi pengiat sastra yang bergerak bersama teater Bohemian, Cori Marbawi dengan pergerakan teater dan komunitas musikalisasi binaannya, Firdaus dengan gerilya sastranya yang berpindah-pindah, dan terakhir penyair gerimis dengan gerakan puisi sajak-sajak pendeknya, Dimas Arika Mihardja. Kita berharap sastra Jambi kembali mengeliat sebagai sebuah ruang, tempat bertukar pikir. Semoga. (IBP)






“MEMAYU HAYUNUNG BAWANA” DIMAS ARISANDI
oleh Ide Bagus Putra


Tempoa Art Gallery- Jambi (16/2) menayangkan film dokumenter tentang Maestro Wayang “Ki Sigit Sukasman” Nominasi Film Dokumenter Terbaik Festival Film Dokumenter 2009, dan Film Kehormatan Binnale 2009 karya sineas Jambi, Dimas Arisandi.

Sosok Ki Sigit Sukasman dinilai sedikit banyak memiliki andil ketika UNESCO menetapkan wayang sebagai salah satu pusaka dunia tak benda pada tahun 2003. Sebab, sejak tahun 1960-an, ia memang telah aktif memperkenalkan keindahan wayang Indonesia ke dunia Internasional.

Namun, sayang upaya Ki Sigit untuk lebih memasyarakatkan wayang justru dinilai sebagian pihak terutama dari kalangan dalang sebagai tindakan di luar kebiasaan. Cemooh pun kadang dilontarkan oleh mereka yang tak sepaham dengan Ki Sigit.

Sebenarnya dengan kemampuan dan bakatnya, Ki Sigit Sukasman bisa dengan mudahnya menjadi orang yang berkelimpahan secara materi. Namun ia lebih memilih hidup dalam kesederhanaan dan laku “keprihatinan”. Seniman wayang yang telah menghasilkan setidaknya ratusan karya itu menghadap Yang Maha Kuasa pada Kamis, 29 Oktober 2009 di RS Panti Rapih Yogyakarta. KiSigit meninggal dunia setelah dua hari dirawat akibat komplikasi gangguan jantung dan paru-paru yang mengerogoti tubunhnya.

(Dimas bersama pelaku Teater (Husni Tamrin)
Demikialah sinopsis film dokumenter yang mengisahkan salah satu maestro dalang Ki Sigit Sukasman, yang menghabis waktu hingga akhir hayatnya untuk seni wayang Indonesia yang adiluhung. Karya yang menunjukkan “pengabdian” Dimas yang sungguh-sungguh kepada seni dan film secara khusus. Terlepas dari besarnya ketokohan seorang seniman bernama Ki Sigit Sukasman, alumni Pascasarjana STSI Surakarta, Jurusan Penciptaan Film ini mengakui bahwa film ini merupakan sebuah dedikasi khusus kepada dalang yang diakuinya sebagai orang tua sekaligus guru dalam memahami seni sebagai substansi. melalui film dokumenter inilah ia “nyantri” sebagai pekerja film.

Mengenal lebih jauh tentang Dimas Raditya Arisandi (DRA), sineas kelahiran Jambi, 11 Juni 1984 ini kita akan melihat sosok pribadi yang sederhana, tutur katanya teratur terkesan jawa dengan kecerdasan sosial yang cukup baik. Pendidikan formal ia peroleh dari SD 13 Jambi, SMPN 1 Jambi, SMAN 3 Jambi, d3 Institut Musik dan Televisi Surakarta (2005), s1 ISI Yoyakarta (2012), dan s2 ISI Surakarta (2019).

Tidak hanya secara akademik ia serius menekuni film, DRA juga pernah/masih tergabung dalam sejumlah organisasi kesenian, diantaranya Komunitas Kopi Kental Yogyakarta (sekarang NGO), Demakreatif Jawa Tengah, Sanggar Wayang Ukur Yogyakarta, Forum Videografi Demak, Asosiasi Pekerja Audio-Video Jateng-DIY, Forum Film Jambi, Digital Cinematografi Indonesia (DCI) dan Jaringan Pesantren Film Indonesia Yogyakarta.

DRA telah menghasilkan sejumlah olah kreatif berupa film cerita dan dokumenter, diantaranya adalah “Kuliah Kui Larang (2006), “Malam Botak (2007), “Di dalam Tubuh yang Kuat Terdapat Anu yang Sehat” (2007), ‘Memayu Hayuning Bawana” (2008), “Putih” (2009), “Tv Rusak” (2009), “narsIs Manto” (2009), “Bom Makan Otak” (2010), “Ilir-ilir” (2012), “Rumah untuk Nyai” (2013), “Kelas Maaf (2019).

Sebagai sosok pemuda yang suka bekerja keras DRA pernah terlibat sebagai sound enginer, editor, sutradara/astrada, kameramen dan line produser, penyedia jasa modelling dan aktor, juri lomba film, asisten dosen, pemateri workshop, penulis naskah, dan pendiri beberapa usaha dibidang audio visual. Sejumlah aktifitasnya kini dilakoni dengan berpusat di sekitaran Tanjungpinang kota Jambi.

Dengan deretan panjang riwayat pendidikan, karir karya, dan pengalaman bekerja Dimas Raditya Arisandi, tentu kita penasaran dengan karyanya. Mari saksikan, dengan bersama kita bangun dunia film di Jambi. Salam Sukses (IBP)




BAND JAMBI GARAP SOUNDTREK FILM
oleh Ide Bagus Putra

O, matahari tersenyumlah
sambutlah kami tiba di sana
angin hembuskan napasnya
iringi langkah kaki kita
arus sungai beribu ombak
menjalin cinta ciptakan nada

nada indah mengisi di lubuk jiwa
segarkan pikiran yang t’lah lemah
rindu masa kecil ku di sana
membangun mimpi kita bersama

O, langit malam berjuta bintang
sambutku datang aku pulang
walau tak selalu bersemi
kau yakin ku kembali
setiap saat ku berduka
kau selalu nyanyikan nada

nada indah mengisi  di lubuk jiwa
segarkan pikiran t’lah lemah
rindukan masa kecilku di sana
membangun mimpi kita bersama

bersama kita berpegang erat
menyatukan hati dan semangat
bagai senja yang tak pernah lelah
menyambut malam kita bersama
(Negeri 1000 Sungai-Second Home Band)



Demikianlah lirik utuh garapan kelompok band Second Home asal Jambi yang dipercaya oleh Pt Qasthalani Citra Film untuk membuat soundtrek film Trip n Vlog #pulangkampung (TnV) yang akan tayang serentak di seluruh Indonesia 1 Maret yang akan datang. Pada JambiOne Muhammad Soufi dan Andri  dua personel band ini berbagi cerita tentang proses penggarapan lagu ini disela kesibukan mereka mengikuti rangkaian promosi film TnV di salah satu radio swasta yang ada di sekitar The-Hok kota Jambi (27/1).   

“Awalnya kami kaget.” tutur Soufi mengawali cerita saat ditanya sekitar penawaran untuk membuat soundtrek film. Kaget Soufi dan kawan-kawan dikarenakan mendapat tawaran secara langsung dari Haris A Sulaiman yang bertindak sebagai produser. Tawaran ini sempat membuat mereka ragu karena harus menyelesaikan proyek  ini dalam waktu yang sangat terbatas. Namun tantangan ini akhirnya diterima dengan antusias karena “Moment inilah saatnya kita dapat berbicara secara nasional tentang keberadaan Jambi.” kata Andri sang vokalis menegaskan. Berkat keyakinan bersama dan bimbingan Radjoe Mindo (mentor), akhirnya lagu Negeri 1000 sungai dapat diselesaikan. Ternyata tidak semudah membalikkan telapak tangan, garapan anak-anak muda Jambi ini tidak langsung diterima oleh produser, setelah mengalami beberapa kali perubahan, akhirnya lagu ini mencapai kesepatan untuk digunakan.


Diterimanya lagu Negeri 1000 Sungai  tentu saja membuat kelompok band ini bangga. Pihak produserpun merasa puas dengan apa yang dikerjakan oleh Second Home. Kepuasan ini ditandai dengan kelanjutan kerja sama dengan menambah dua lagu. Maka lagu yang berjudul “paradise” dan “satu” kembali dipersembahkan oleh kelompok band yang terbilang berumur muda ini.

Kelompok band Second Home memang belum berumur panjang, kebersamaan mereka baru dibangun kurang lebih satu tahun. Kelompok ini terdiri dari sejumlah mahasiswa, siswa SMA, dan anak tongkrongan caffe yang memiliki visi yang sama dalam membangun semangat bermusik di kota Jambi. Kelompok yang dimentori oleh pengusaha muda dan pelaku film yang membagi waktu antara Jakarta-Jambi bernama Rajoe Mindo ini terdiri dari Andri (vokal), Bayu Pragawiryo (vokal), Jenicke Laurent (vokal), Albert Sofianto (gitar), Muhammad Soufi (bas), Reza Rafsanjani (keyboardist), Fredy Andries (piano). Selain itu kelompok ini didukung oleh Anez Andrew sebagai menejer, Mieko S.D.P sebagai songwriter, dan Ronal Taufano dari sisi desain cover.

Melihat potensi yang dimiliki oleh Second Home, Mindo disuatu perjumpaan dengan Jambi One di Caffe Dua Nenek di sekitaran Jelutung  mengatakan, bahwa komunitas musik dan musisi muda Jambi sebenarnya memiliki potensi yang sangat kuat untuk berbicara dikancah nasional. Hal ini ditandai dengan sejumlah nama dikancah Asia yang berhasil menyabet gelar di bidang musik. Contohnya keberhasilan Sopan dan kawan-kawan, cuma sayang kurang publikasi, bahkan terkesan tidak ada kepedulian dari pihak yang berkepentingan dalam bidang pembinaan kesenian. Namun kondisi ini tidak harus membuat pelaku musik mengeluh lanjut Mindo, pelaku musik harus kuat, karena harapan ditentukan oleh kerja keras mereka sendiri. Tidak boleh cengeng Mindo menambahkan.




Sedangkan produser film TnV, Haris A Sulaimen dari percakapan jarak jauh menyatakan bahwa Second Home dipilih karena ia memang menginginkan kehadiran seniman Jambi dalam jumlah yang besar dalam Film Trip n Vlog. Karena film ini berangkat dari Jambi, jadi segala potensi harus berasal dari Jambi, walaupun isu yang diangkat dalam film ini adalah masalah yang secara keseluruhan juga dialami oleh daerah-daerah yang ada di Indonesia. Jadi menurut Haris menghadirkan Second Home dalam film ini adalah proses berbagi tempat secara manusiawi dalam proses berkesenian secara benar. Selain itu Haris melanjutkan, sebenarnya tidak hanya anak muda Jambi dengan gendre dan style mereka yang kekinian ditampilkan, film ini juga menghadirkan musisi tradisonal yaitu Azhar Mj yang ikut pula berekting sebagai aktor. Kehadiran Azhar Mj dan Second Home dalam film ini adalah sebuah simbol keharmonisan antargenarasi yang terjembatani lewat kerja bersama membangun kebudayaan.

Sementara itu Ide Bagus Putra salah satu pelaku seni di kota Jambi melihat apa yang dicapai oleh Second Home sebagai sebuah keberhasilan pelaku muda Jambi yang menunjukkan keseriusan dalam berkarya. Ide berharap pencapaian ini terus berlanjut, karena selain persoalan eksistensi komunitas musik biasanya amat jarak yang bertahan lama. Ide  mengharapkan Second Home dapat bertahan dan terus berkarya sehingga dapat tampil di kancah nasional sehingga setara dengan band besar seperti Armada, Kotak, Akad, dan lain-lain.

Akhirnya tentu menjadi harapan kita semua Second Home dan pelaku-pelaku musik di Jambi terus bersemangat dalam berkarya. Pencapaian Second Home hendaknya menjadi pemicu kelompok-kelompok yang lain bersemangat. Semoga terus ada produksi film yang akan diwujudkan, dan tentu saja keberadaan film  tidak bisa dilepaskan dari unsur musik. Nasib Second Home dan Film Trip n Vlog mudah-mudahan menemukan nasib yang membahagiakan bagi pelaku kesenian di Jambi.  Semoga.



RIO SIAPKAN KOPI UNTUK ARTIS

Jambi- Rio Irawan,  sempat ditawari untuk ikutan casting, tetapi lebih memilih sebagai sosok belakang layar dengan alasan ingin mencari pengalaman lain dalam berproses. Bahkan demi ikut dalam garapan film Trip n Vlog #pulangkampung  Rio rela melepas pekerjaan yang terbilang bergaji lumayan untuk seorang bujang. Sebenarnya apa jabatan  Rio?
PU (pembantu umum), ya, jabatan ini banyak dipandang sebelah mata bagi sebagaian orang. karena pekerjaan ini identik dengan pekerjaan dapur. mulai dari membuat air kopi, menyediakan makan, mengatur menu dan lain-lain. yang lebih menggelikan lagi Rio yang dibantu sejumlah siswa dan mahasiswa magang ini harus membawa perlengkapan masak ke lokasi shooting. Bayangkan berapa lokasi?
Tapi tidak sedikit pun sosok yang terbilang ganteng ini malu dan mengeluh, padahal sebelumya ia selalu menjadi aktor dalam sejumlah garapan teater, dan menjadi pemain perkusi paling ganteng di sejumlah pementasan musikalisasi puisi garapan Teater Q (sekarang Anjungan Puisi Jambi).
Dengan sedikit bercanda ia berujar, “Tidak semua orang mau jabatan ini, semuanya pasti mau ‘mejeng’ bila perlu mengemis untuk mendapatkan peran dan sebuah nama, karena itu produksi film ini membutuhkan sosok tegar seperti saya.” candanya di sela percakapan kami. “Ayo mana, cowok ganteng yang mau bekerja kasar seperti saya? Walaupun begitu, saya bahagia karena kopi yang saya siapakan diminum para artis” lanjutnya lagi. Karena itu film Trip n Vlog ini adalah sebuah pembuktian bahwa pekerja sejati adalah pekerja yang tak memilih. Karena  tak pilih-pilih maka ia merasa  beruntung dapat bergabung dalam sebuah film yang banyak mengajarkan pentingnya kesetiaan dan kerja sama dalam membangun mimpi. “TnV adalah mimpi kita,” senyum Rio. (IBP)




PEREMPUAN MENGAJI PUISI DIMAS ARIKA MIHADJA
Oleh Ide Bagus Putra

Tempoa Art Gallery-Jambi, Jumat (2/3) mendatang akan mengelar kembali “Mengaji Puisi” dengan pilihan sajak karya Dimas Arika Mihardja (alm), sejumlah perempuan akan terlibat dalam acara tersebut, diantaranya adalah Ramayani Riance, Parida Tonggak, Rini Iswari, Salira Ayatusyifa, Puja Ayu Lestari, Nady, Annisa, Iis Niyati, dan Nadya Handarica.
Dari deretan perempuan yang akan membacakan sajak-sajak Dimas Arika Mihardja (DAM) adalah para pencinta puisi yang selama ini dikenal sebagai penyair, pemain teater, para juara lomba baca puisi, dan deklamator komunitas musikalisasi puisi.
Sebut saja diantaranya adalah Ramayani Riance yang salama ini dikenal sebagai penyair, sejumlah kumpulan sajak telah dia luncurkan ke dunia sastra Jambi bahkan nasional. Diantaranya adalah Sebungkus Kenangan (2008), Behrouz dan Petunjuk Hujan (2016), dan Di Bawah Cahaya Sigombak (2018). Ramayani selain dikenal sebagai penyair dia juga dipercaya sebagai ketua Wanita Penyair Indonesia (WPI) cabang Jambi.
Sosok lain yang akan tampil dalam panggung Mengaji Puisi adalah para juara baca puisi yang pernah digelar disejumlah tempat di kota Jambi, diantaranya adalah Parida Tonggak, Salira Ayatusyifa, dan Puja Ayu Lestari.
Parida Tonggak selain dikenal sebagai pelaku dalam sejumlah pergelaran teater Tonggak, ia juga pernah meraih juara baca puisi dalam kegiatan Ari Setya Ardhi Award, dan dipercaya mewakili UNJA untuk Pekan Seni Mahasiswa Nasional (Peksiminas). Selain itu dia juga tercatat sebagai tenaga pengajar di SMA Negeri 4 Kota Jambi.
Tercatat juga macan panggung puisi yang akan tampil  adalah Salira Ayatusyifa. Sosoknya telah muncul sejak SD sebagai siswa yang memiliki prestasi dibidang seni. Dia pernah mewakili Jambi dalam sejumlah forum kesenian di tingkat nasional. Mulai dari tari, teater monolog, baca puisi, dll. Sejumlah tempat di tanah air telah ia kunjungan dengan misi kesenian. Selain itu dia juga beruntung, karena didukung penuh Didin Siroz yang kita kenal sebagai seniman teater dan kepala Taman Buday Jambi yang merupakan ayahnya.
Panggung juga akan diisi Puja Ayu Simatupang, mantan vokalis teater Q yang sebelumnya pernah berkesempatan manggung di Taman Ismail Marzuki. Puja selain dikenal sebagai vokalis ia juga melakoni deklamasi puisi sebagai pilihan berkesenian. Dia sempat absen mengisi panggung karena berkosentrasi menyelesaikan pendidikan. Beberapa minggu belakangan ia terlihat hadir di antarapenonton pertunjukan Tempoa Art Gallery dengan alasan rindu panggung. Puja menyatakan akan membawa dua puisi, satu karya milik DAM dan satu karya milik Danarto. Dua Penyair yang dia kagumi dan kini telah almarhum.
Perempuan lain yang akan meramaikan MeNgaji Puisi adalah Rani Iswari, sutradara teater Kuju dan anggota teater Air ini sempat menyatakan tidak begitu bagus membaca puisi. Namun akhirnya dia menyatakan siap untuk naik panggung karena ingin meramaikan suasana, dan tentu saja untuk menghargai sosok penyair Dimas Arika Mihardja.
Demikianlah diantara beberapa perempuan yang akan tampil untuk membacakan sajak-sajak Dimas Arika Mihardja. Tentu saja tidak mengurangi rasa hormat penulis kepada Nady, Iis, Anisa, Nadya Handrica yang juga akan ikut meramaikan panggung. Tentu saja terlalu ramai kalau dibicarakan semua kelebihan seluruh perempuan yang akan tampil. Tidak ada lagi rasa penasaran yang muncul. Yang jelas semua yang tampil pada panggung”MeNgaji Puisi” adalah perempuan-perempuan yang hebat. Salam sukses, selamat bermalam dengan puisi (IBP. 2018).




AMEL CARLA ARTIS NASIONAL KUNJUNGI 
MUSEUM FILM TEMPOA JAMBI

Jambi-Sabtu, 24 Februari 2018, merupakan momentum yang spesial bagi sejumlah pelaku seni di Jambi. Tepat pada tanggal ini akan dilaksanakan premier film “Trip n Vlog #pulangkampung (TnV)” di bioskop cinema XXI WTC. Pemilihan tanggal memang direncanakan oleh penyelenggara yang terdiri dari sejumlah kalangan ini untuk menjadi “sumbu kecil” untuk sebuah “ledakan besar” pada tanggal 1 Maret yang merupakan peluncuran film TnV secara serentak di sejumlah kota di Indonesia. 

Pada JambiOne, Wahyu Hidayat selaku motor penggerak pelaksanaan premier menjelaskan bahwa kegiatan premier di cinema XXI sebenarnya adalah rangkaian akhir kegiatan promosi film TnV, karena sebelumnya mereka telah  melakasanakan choaching clinic sekaligus promo di sejumlah sekolah yang ada di kota Jambi, kabupaten Batanghari, dan Muaro Jambi. Rangkaian kegiatan di sejumlah sekolah ini selain melakukan promosi, tim kreatif  bersama sejumlah narasumber (aktor TNV) berbagi pengalaman dan tips untuk memproduksi film. “Intinya 24 Februari adalah puncak perjalanan promosi kita yang melelahkan,” kata Wahyu disela persiapan premier di studio pribadi miliknya.
Sisi lain yang menarik dari rangkaian premir film  TnV di Jambi,  menurut Risdi A Sulaiman  adalah premier yang digagas oleh pelaku di luar produksi. Selama ini premier selalu digagas oleh pihak film, namun kali ini berbeda, sejumlah kalangan bersatu padu untuk membuat premier. Sepertinya masyarakat Jambi merasa betul memiliki film ini. “Ini luar biasa,” kata Risdi selaku produser setelah dikonfirmasi melalui telepon. Sementara itu Beddi salah satu panitia yang bertugas mengelola penonton menyatakan, membenarkan bahwa biaya penyelenggaraan premier ini ditanggung oleh para apresiator yang ada di Jambi. Lebih lanjut Beddi menjelaskan bahwa gagasan premier ini juga bermula dari keinginan nonton bersama, maka tercetuslah gagasan 24 Maret, selanjutnya panitia mencetak undangan dalam bentuk stiker untuk menghimpun dana guna  menyewa 1 bioskop. Gagasan ini kemudian direspon oleh sejumlah apresiator termasuk tokoh masyarakat.
Di tempat lain, ketika JambiOne menayakan secara langsung pada salah satu pelaku teater sekaligus aktor TnV Didi Hariadi, membenarkan bahwa gagasan premier  ini dicetuskan oleh sejumlah pelaku seni di kota Jambi dan mendapat respon sejumlah tokoh karena berkeinginan untuk memberikan nilai lebih terhadap film yang 90% dilakoni anak Jambi ini. Selanjutnya dia menegaskan bahwa TnV harus dibantu promosinya karena telah mengangkat Jambi ke ranah nasional. Sepertinya anak-anak Jambi tidak bisa berpangku tangan dan tergantung pada pihak lain, birokrasinya terlalu rumit kata dia.
Sejumlah tokoh dan pelaku seni di Jambi berencana ikut menghadiri dan mendukungan premier film TnV adalah Hj Daryati Uteng, Hasan Basri Agus, dan Sultan Adil Mahendra, Riyani Juscal, Sakti Alam Watir, Harkopo Lie, dan lain-lain. Hj Uteng yang merupakan anggota DPD MPR RI menyatakan bahwa dukungan yang ia berikan semata-mata untuk menghargai karya anak-anak Jambi yang telah memperkenalkan budaya Jambi lewat film, dukungan ini diharapkan dapat memicu semangat untuk terus berkarya. Sedangkan Hasan Basri Agus (HBA) memberikan dukungan dengan tujuan memberikan apresiasi kepada remaja Jambi yang telah bisa menghasilkan film, sedangkan Sultan Adil Mahendra memberikan dukungan terhadap premier ini dengan harapan pelaku seni Jambi terus bersemangat dalam memproduksi film, dan dengan nada bercanda ia berharap kelak dapat ikut terlibat dalam garapan film Jambi.
Sejumlah harapan tercetus pada film Trip n Vlog #pulangkampung, semoga apa yang diharapkan dapat terwujud. Film TnV dapat booming, menjadi wacana nasional yang dapat menunjukkan bahwa putra Jambi dapat berbicara dengan karya ditingkat nasional. Mari nonton, sukses film Jambi. (IBP)






PAMERAN FOTO KOLEKSI 5AW DAN FOTOGRAFER JAKARTA 
Oleh Ide Bagus Putra

Tempoa Art gallery-Sabtu (2/4) yang akan datang, berencana mengelar pameran foto koleksi  fotografer terkemuka di Jambi, yaitu Sakti alam Watir (5AW). Koleksi foto yang akan dipamerkan merupakan hasil “bidikan” 5AW bersama rekanan beliau di dunia fotografer baik local maupun nasional (Jakarta)
Helatan ini menurut Ajir selaku panitia merupakan kerinduan 5AW membaca kembali “kitab-kitab” yang tersimpan, selain itu pameran ini merupakan program Tempoa Art Gallery (TAG) untuk kembali bergerak mengisi perjalanan kebudayaan di daerah Jambi. Selama ini lanjut Ajir, TAG merupakan sebuah ruang bagi pelaku kesenian Jambi untuk mengelar karya baik berupa lukisan, foto, patung, kerajinan, yang dikombinasikan dengan pertunjukan puisi, monolog/teater, dan music. Nah, di tahun 2019 ini TAG kembali mengawali kegiatan dengan menghadirkan 5AW dengan sejumlah “harta kekayaan simpanannya.
Dari sejumlah koleksi foto yang akan dipamerkan adalah hasil karya potografer Amran Hendriansyah Abenk, martina Henny P, Triswanto, Jefffry Surianto, dan Khairil Fahmi. Mereka adalah rekanan 5AW dari Jakarta. Selain itu akan digelar juga hasil karya potografer dari Jambi. Salah satunya adalah potografer senior Maicel Horas atau lebih dikenal dengan inisial MDi.
Direncanakan pameran foto keleksi 5AW akan dibuka oleh Musri Nauli aktifis pergerakan lingkungan hidup di kota Jambi. Tentu saja kehadiran sosok Nauli untuk membuka pameran foto ini bukanlah suatu kebetulan. Kehadiran Nauli diharapkan dapat mempertegas isu yang menjadi bidik kamera para potografer untuk diterus sampaikan oleh pelaku lingkungan itu sendiri. Dan memang dari sejumlah foto yang dipamerkan adalah mengangkat persoalan lingkungan.
Persoalan lingkungan memang akan selalu menarik untuk dibidik, karena foto memiliki daya keabadian untuk menyimpan yang telah hilang. Mencatat yang tidak bisa lagi disaksikan. Ambillah contoh pada pameran foto yang akan digelar Sabtu, 2 februari 2019 ini kita akan menemukan foto-foto yang mengabadikan  Tugu Kota Baru sebelum direnovasi seperti sekarang ini. (sekarang: Tugu Siginjai). Selain itu ada sejumlah foto yang mungkin harus kembali kita reka-reka keberadaanya.
Tentu saja dengan adanya pameran foto koleksi ini akan menjadi tempat bagi masyarakat untuk kembali bernostalgia dengan sejumlah objek yang pernah ada di kota Jambi. Pameran ini direncakan akan dibuka selama bulan Februari tanpa dipungut biaya. Karena itu kehadiran masyaraka Jambi secara umum sangat diharapakan oleh Ajir selaku panitia, dan lembaga pendidikan secara khusus. “Karena sekolah  sebenarnya dapat memanfaatkan pameran ini sebagai tempat rekreasi dan edukasi.” Tutur Aji penuh harap. Semoga terwujud(IBP)










1 komentar: